EPISODE I
“Astaga,
jam berapa nih?”
“Hah,
sudah jam 6, gawat kesiangan lagi…”
Hari masih terlalu redup dengan berselimutkan udara
pagi yang cukup dingin menusuk tulang. Tapi hal itu tidak berarti bagi Dimas.
Air bak yang terasa dingin tidak dihiraukannya, dia terus mempercepat mandi
lalu berpakaian dan kemudian mempersiapkan berbagai keperluan untuk berangkat
menuju ke sekolah barunya.
“Hah, sial banget, sudah tiga hari ini gue berangkat
MOS kesiangan mulu. Bakal kena hukuman lagi nih.”
Jadwal MOS memang ditetapkan masuk tepat pukul enam
pagi. Tentu tak ada toleransi lagi bagi yang terlambat untuk menerima hukuman,
sedangkan Dimas justru baru mulai membuka mata di jam tersebut. Dengan
terburu-buru dan membawa berbagai barang-barang aneh khas peralatan MOS, Dimas
segera menujusekolah barunya.
“Haduh, gara-gara tadi malam begadang menyiapkan
peralatan hari ini biar gak dihukum, malah jadi kesiangan. Kalau begini mah
sama saja. Tetap saja bakal dapat hukuman.”
Dimas akhirnya sampai di gerbang SMA 05 tepat pukul 06.45,
tentu saja dengan sambutan garang khas galaknya senior panitia MOS.
“Hei kamu, gak punya jam ya di rumah? kamu sadar
tidak sudah telat berapa lama?” Bentak seorang senior pada Dimas.
“Maaf kak, tadi malam saya begadang nyiapin
peralatan buat hari ini, jadi paginya ke siangan.” Jawab Dimas sebisanya.
Tentu saja alasan seperti itu tidak bisa membantunya
lolos dari hukuman yang siap menanti, walau sebenarnya Dimas sudah siap dan
pasrah dengan segala resiko yang akan dihadapinya. “alah, alasan saja kamu, kalau
cuma terlambat kurang dari 15 menit masih mending, ini kamu sudah terlambat
hampir satu jam. Kamu mau niat sekolah apa mau kondangan?” Bentakan sang senior
Cowok tersebut semakin merontokkan mental Dimas saja.
“Maaf kak” Namun Dimas masih merasa beruntung karena
sang senior tidak begitu mengenali wajahnya secara familiar. Andai sang senior
tahu dan sudah mengenali wajahnya, tentu Dimas akan semakin malu karena dirinya
sudah terlambat MOS tiga hari berturut-turut. Beruntung sang senior tidak
menyadarinya. “Sudah, gabung sana”. Sang senior menyuruh Dimas gabung dengan
murid-murid baru lain yang juga terlambat. Ternyata Dimas bukan satu-satunya
yang terlambat parah di hari itu.
“Kalian itu sudah bukan anak kecil lagi, kalian
sekarang sudah SMA, jangan kalian bawa kebiasaan kalian bermanja-manja waktu di
SMP. Jika kalian kesiangan, itu tandanya kalian masih manja. Apa kalian selalu
dibangunkan orang tua kalau kalian ingin bangun pagi untuk pergi ke sekolah?
Sekarang kalian harus belajar mandiri, kalian sudah dewasa semua bukan? Sudah
aqil baligh semua kan? Jika sekarang kalian bangun kesiangan, kalian bukan
hanya terlambat ke sekolah, tapi sebagai muslim, kalian pasti telah nmelewatkan
kewajiban kalian untuk shalat subuh, iya kan? Padahal itu bagian dari kewajiban
kalian.”
Ceramah terakhir dari sang kakak kelas tersebut
rupanya menusuk telak ke dalam hati
kecil Dimas. Dia bukan hanya malu karena terlambat masuk sekolah, tapi juga
malu karena ketahuan melewatkan salah satu kewajiban bagi seorang muslim yang
sudah menginjak usia aqil baligh. Ada sisi bijaksananya juga kakak kelas
tersebut meski terkesan galak. Kini Dimas dan teman-temannya yang lain hanya
bisa pasrah menerima hukuman yang akan diberikan.
-
-
Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lebih lima
menit, tanda apel pagi akan segera dimulai. Para petugas upacara terlihat telah
siap di sisi lapangan upacara. Beberapa guru yang masih asing di mata Dimas
juga terlihat tengah bersiap-siap di sisi luar lapangan upacara. Nafasnya masih
berkejaran tak beraturan.
“Hai fren, kemaren-kemaren kamu terlambat, kok
sekarang terlambat lagi?” Dimas agak kaget dan menengok kebelakang hendak
mengetahui siapa yang telah menepuk pundak dan menyapanya tersebut. Ternyata
wajah yang baru dikenalnya beberapa hari lalu. Sosok pria yang cukup tampan
bernama Adit. “Besok kalo Dimas terlambat lagi, lo traktir gue makan baso ya
Dit, kalo gak terlambat gue yang bakal traktir lo, gimana? Kita taruhan Dit.
Hahahaha….” Teman baru Dimas yang lain ikut gabung. “Dasar sialan lo Ji…”
ceplos Dimas.
“Iya nih, si Oji, ada teman sengsara bukannya
ditolongin malah diledekin mulu.” Suara tersebut cukup mengagetkan Dimas,
mengingat ia belum mengenal semua teman satu kelasnya. Untung Dimas sudah
mengenal cewek tersebut.
“Bukan begitu Adinda, maksudnya biar wajah Dima
nggak merengut terus gitu, ini masih pagi lo” celetuk Oji sambil cekikikan.
“Heh dodol, gue pagi-padi sudah disuruh push-up 15 kali, lari-lari keliling
lapangan basket 3 kali ditambah omelan kakak kelas lagi, gimana gue kagak
merengut?” Dimas menerangkan dengan tetap diselingi irama nafas yang tak
beraturan akibat rasa capek yyang belum sepenuhnya menghilang. “Siapa suruh lo
terlambat, makanya besok lo jangan terlambat lagi” Jawab Oji dengan entengn
sambil tetap diikuti tawa kecilnya.
“Oke deh, besok gue janji gak bakalan terlambat
lagi” Dimas mengatakannya dengan sungguh-sungguh agar tidak terlambat lagi
besok. “Alah, sekarang lo janji, besok emang bisa lo jamin kagak bakal
kesiangan lagi?” Oji terus menggoda, “ Gue janji, besok gua gak bakal kesiangan
and telat lagi, gue jamin tuh”.
”Terus kalo besok ternyata lo kesiangan lagi
gimana?” Oji terus menantang Dimas,”Yang bisa jamin 100% lo bakal kesiangan
lagi atau tidak itu tuhan, bukan lo.” Tambah Oji. “Ah, banyak bacot lo, gampang
aja, kalo besok gue kesiangan lagi, gue gak bakal masuk sekolah, gampang kan?
Hahaha…..” jawab Dimas sambil ketawa.
“Kampret lo, bisa ketawa juga lo hari ini,
hehehe…..” sambil ikut ketawa dibarengi juga dengan tawa Adit dan Adinda
tentunya.
“Hei kalian, ngapain ketawa-ketawa?”
Rupanya ada seorang senior cewek yang memperhatikan mereka dari belakang.
Kontan mereka berempat berdiri tegak mematung. “Upacara sudah mau dimulai juga,
masih berisik aja. Mau kalian dihukum?” omelan sang senior tersebut tidak
dijawab dengan sepatah kata pun oleh Dimas, Oji dan Adit yang terus mematung.
“Awas kalau masih berisik seperti tadi, saya sered kalian ke depan..!!” Sang
senior ngeloyong pergi meninggalkan mereka setelah selesai memperingatkan.
Tentu saja dengan disambut cekikikan pelan mereka bertiga yang sempat tertahan.
-
-
Apel pagi telah selesai, para murid pun masuk ke
kelas masing-masing dengan didampingi oleh para senior pendamping di tiap kelas
masing-masing. Dimas duduk satu bangku dengan Oji yang telah terpilih sebagai Ketua
Kelas sedangkan Adit duduk sebangku dengan Imam, cowok yang dikenal paling
pendiam di kelas.
Hari ke tiga MOS ternyata cukup melelahkan. Adit,
Oji dan Dimas semakin saling mengenal nama, sifat, karakter, kebiasaan maupun
hal-hal favorit teman-teman baru mereka. Tentu tanpa mengesampingkan
teman-teman yang lain di kelas mereka.
Adit yang memiliki nama lengkap Aditya Wusnu Saputra
adalah sosok yang berpostur sedang, tingginya sekitar 168 cm berat badan yang
proporsional berambu hitam lurus dengan wajah yang lumayan tampan. Ditambah
dengan gaya cool dan stylish, tak jarang membuat beberapa cewek kedapatan
dengan sembunyi-sembunyi memperhatikannya.
Ternyata Adit adalah seorang yang berasal dari
keluarga yang berada. Tak heran jika ia mengenakan baju-baju yang cukup menarik
dipandang. Meski begitu, Adit tetap bisa menjadi orang yang ramah dan tidak
sombong. Dia sangat peduli pada teman-temannya.
Ada rasa iri bagi Dimas jika dibandingkan dengan
keluarganya. Namun Dimas tetap bersyukur meski keluarganya tidak sekaya Adit.
Ia tetap bahagia memiliki kedua orang tua yang begitu peduli dan saying pada
Dia dan adik perempuannya.
Ternyata, duduk satu bangku dengan Oji terkadang
member hiburan tersendiri bagi Dimas. Si KM tersebut memang dikenal sangat
gokil dan humoris walau terkadang suka jail. Dan tentunya selain jiwa
pemimpinnya yang menonjol.
Hari ketiga MOS berakhir pada pukul satu siang.
Ditutup dengan apel siang, para murid baru SMA 05 membubarkan diri menuju ke
rumah masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar