Chapter 1
Sinar mentari baru saja menampakkan
kilaunya. Mengabarkan sebuah isyarat bahwa aktivitas di hari ini siap
untuk dilalui. Para penduduk pinggir kota Jakarta sudah mulai
menampakkan kesibukan mereka masing masing.
Cerita ini
akan kita mulai dari kehidupan sebuah keluarga di daerah pinggir kota
Jakarta. dr. Sigit beserta istrinya sedang mempersiapkan rencana
keberangkatan mereka menuju ke kota Malang, Jawa Timur.
"Bu,
tolong masukan berkas uji laboratorium ke tas ya…!!"pinta dr. Sigit
pada istrinya. "Yang ada di atas meja bukan pa?" tanya sang istri. "Ya
bu…!!!" seru dr. Sigit sambil menaruh koper isi pakaian di bagasi mobil.
Tiba-tiba anak dr. Sigit yang baru berusia 4 tahun bernama Ferry muncul
menemuinya. "Papa...". "Hei, jagoan kecil papa sudah bangun." dr. Sigit
menggendong, memeluk dan mencium gemas putranya tersebut. "Papa sama mama
perginya berapa lama?" tanya Ferrypada papanya. "Sebentar kok sayang,
cuma 3 hari." sahut dr. Sigit.
"Lho kok malah ke sini
Ferry sayang?" tiba-tiba sang ibu menghampiri. "Ferry mau bantu papa
mengangkat koper ma."celoteh si balita menggemaskan tersebut. "Tidak
usah sayang, itu kan berat?" ucap sang ibu.
"Tapi aku
pengen coba ma, biar pas gede aku kuat kaya spiderman" sang ibu hanya
bisa tertawa gemas menyaksikan tingkah lucu buah hatinya tersebut.
"Ferry,
nanti pas mama papa pulang, Ferry minta dibeliin apa?" dr. Sigit nampak
telah selesai mengepak barang di mobil."Aku mau dibeliin apel" sahut
Ferry dengan tegas.
"Kok apel?"ayahnya bertanya.
"Habis, mama bilang,
katanya mama sama papa mau pergi ke kota Malang, terus mama pernah cerita
kalau Kota Malang itu terkenal dengan sebutan kota apel, jadi aku mau
oleh-oleh apel."
"Pinternya anak papa" puji dr. Sigit sambil mencubit
hidung putranya namun Ferry dengan sigap menghindar sambil tertawa
kecil.
"Belinya yang banyak ya pa" ucap Ferry.
"Lho,emang buat apa beli banyak-banyak sayang?" kata mamanya. "Kan
buatopa dan opa!"
"Hush... Opa dan oma tidak usah dikasih
apelnya, giginya sudah pada ompong, buat kamu saja semua apelnya."
kakeknya datang sambil mengelitiki sang cucu yang karuan saja tertawa
kegelian dan nenek munculmenghampiri mereka.
"Eh
ternyata cucu oma ada di sini, kok sarapannya tidakdihabiskan?" kata
nenek. "Udah kenyang omah." jawab Ferry yangmasih digendong mamanya.
"Kalian sudah siap?" tanya nenek pada anakdan menantunya tersebut.
"Sudah kok ma. Oh ya, opa dan oma mau dibeliinapa sepulang dari Malang
nanti?" ujar dr. Sigit.
"Ah, tidak usah repot, opa sama oma mah cukup
dibeliin peyeum saja." seloroh sang kakek tertawa terkekeh.
dr.
Sigit dan istrinya terbengong mendengar ucapan sang opayang memang suka
bercanda. Sang istri bertanya pada Ferry berada dalam gendongannya.
"Kalau beli peyeum di kota apa sayang?" Ferry sejenak berfikir dengan
mendekatkan jari kanannya ke pelipis kanan lalu menjawab"Bandung...!!"
"Tuh pah, cucu opah saja tahu!" sebut dr.Sigit.
"Hehehe...
Memang pintar cucu opa yang satu ini"sang kakek semakin gemas dan
kembali menggelitiki Ferry yang gelonjotan sambil tertawa geli. "Maksud
opa, nanti kalau sudah pulang dari Malang, kalian mampir dulu di Cikampek
atau di sekitarnya, di situ juga banyak penjual peyeum" sambil
melanjutkan tawanya dan di susul yang lain.
"Memang
opamu ini orangnya jahil. Kalian kapan berangkatnya?" ucap sang oma.
"Kita sudah siap kok ma" kata dr.Sigit."Ferry jangan nakal ya di rumah!"
kata sang bunda.
"Oh ya,Ferry kalau sudah besar mau jadi apa?" tanya
sang ayah pada putranya yangkini berpindah ke pangkuan sang kakek.
"Aku mau jadi Spiderman..!!"
Ferry
menjawab dengan lantang. Ayahnya hanya bisa bingung."Kenapa jadi
spiderman?" tanya ayah. "Soalnya aku mau memukulorang-orang jahat dan
menjadi pahlawan" Ferry menjawab dengan polosnya.
Ayahnya
cuma tersenyum sambil berbibisik ke istrinya"Pasti ini ide mama".
"Sudah biarin aja pa, namanya juga anak kecil." jawab sang istri.
"Kita berangkat ya oma, opa" dr. Sigit pamit padake dua mertuanya tersebut.
"Hati-hati ya" kata oma.
Mereka akhirnya berangkat ke kota Malang untuk urusan seminar kesehatan meninggalkan anak dan kedua orang tua mereka.
***
Suasana
hening di suatu lingkungan TPU terpecah oleh isak tangis sosok pria di
depan makam sang istri yang telah wafat 40 hari yang lalu.Sambil menabur
bunga ia merasakan kesedihan yang begitu mendalam mengapa istrinya mau
menerima sebuah misi seberat ini hingga merenggut nyawanya sendiri.
***
Di
tempat lain, dr. Sigit telah selesai mengisi acara seminar. Setelah tiga
hari menyelesaikan tugas di kota apel tersebut, mereka bersiap kembali
ke Jakarta. Tak lupa mereka membeli oleh-oleh untuk keluarga di rumah.
Perjalanan
pulang ternyata diiringi hujan yang cukup deras.Mereka memacu kendaraan
dengan lebih hati-hati mengingat jalan menjadi licin disertai
berbukit-bukit membuat mereka harus extra waspada dengan jalanan
yang naik turun dan berliku.
Mereka kini melintasi
sebuah jalan menurun. Tiba-tiba,sebuah truk bermuatan pasir hilang
kendali melaju dengan kecepatan tinggi. Truk yang mengalami masalah rem
blong tersebut akhirnya menabrak mobil di depan mereka. Mobil yang
dikendarai dr. Sigit beserta istrinya tersebut tak mampu menghindar
hingga menabrak pembatas jalan. Sialnya, mereka tak menemukan tanah lagi
di belakang pembatas jalan. Mobil tersebut akhirnya jatuh kedalam
jurang sedalam 20 meter bersama mobil truk yang menabraknya.
Istri
dr. Sigit sempat tersadar dan sejenak mengingat buah hati yang ia
tinggalkan dengan menggenggam sebuah apel. Ia akhirnya menghembuskan
nafas terakhirnya sambil memeluk sang suami yang juga sudah tak bernyawa.
To Be Continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar