Chapter 2
Berita kecelakaan maut yang dialami dr.
Sigit dan istrinyadr. Asih sampai juga ke telinga keluarga bapak Sidik.
Mereka menuju rumah sakit tempat jenazah anak mereka.
Istri
pak Sidik yang terus menangis sepanjang perjalananakhirnya pingsan tak
kuat menahan guncangan jiwa ketika melihat wajah anak danmenantunya
pucat terbujur kaku. Kepedihan mendalam juga dirasakan Ferry yangberada
dalam gendongan kakeknya. Ia terus menangis sambil menyebut-nyebut
ayahdan ibunya.
Ferry diasuh oleh kakek dan neneknya
yang merupakanpengusaha kain dan juga kolektor benda-benda pusaka.
Beruntung ia masih bisameneruskan pendidikan sampai kuliah berkat dana
asuransi dan santunan serta beasiswa.
Ferry tumbuh
menjadi pemuda tampan. Ia dikenal sebagai siswayang pintar di kelas
namun pemalas dan sangat jahil. Beberapa kali pihaksekolah harus
memanggil kakeknya sebagai wali murid karena ulah nakalnya.
Beruntung
pihak sekolah masih bisa memakluminya, karena iasebenarnya cerdas.
Mungkin hidup tanpa ditemani sosok kedua orang tua membuatkarakternya
seperti ini.
Kini Ferry telah berusia 19 tahun. Ia
kuliah di PTN Jakartasemester 3. Sifat jahil waktu SMA mulai ia
tinggalkan. Ia kini mulai bijakdalam bertindak dan sangat peduli
terhadap sesama.
Berbagai aktifitas para mahasiswa menghiasi suasana kampusyang cukup ramai.
Ferry sedang asik ngobrol dengan teman-temannya di sebuah kantin. Tiba-tiba seorang mahasiswi menghampiri.
"Permisi mas"
"Oh, silahkan", gadis tadi meletakkan tas dan bukunya untuk membuka kulkas dan mengambil sebotol minuman dingin.
"Ini
berapa?" sang gadis menunjukkan minuman yang ia pilih. "Tujuh ribu
neng!" ucap pemilik kantin. Sang gadis membayar dan pergi membawa tas
yang tadi ia letakkan.
Firman melihat ada sesuatu yang
ditinggalkan oleh gadis tadi. "Fer, itu buku kamu?" tanya Firman. "Buku
yang mana?" Ferry bingung. "Itu di depan lho." Firman menunjuk buku yang
dimaksud Firman.
"Ini mah buku cewek yang tadi ke sini" Ferry memeriksa buku tersebut.
"Yah,
ceweknya sudah pergi" Haris yang duduk di depan Ferry angkat bicara.
"Kemana tuh cewek?" sahut Lukman yang duduk samping Haris. "Mana gue
tahu?" jawab Haris.
"Tuh cewek ijinnya ke kamu Fer, jadi kamu yang tanggung jawab balikin buku itu" kata Firman yang ada di sampingnya.
"Gak mau ah, gak ada nama atau petunjuk sama sekali.Gimama nyarinya?" sahut Ferry.
"Mang,
ini buku titip di sini saja ya, tar juga dia kesini lagi" ucap Ferry
pada pemilik kantin.
"Sudah bawa saja."kata pemilik kantin.
"Nggak mau
ah", "Mamang takut lupa Fer. Bawa saja, siapa tahu ketemu di jalan, kalau
dia nyari ke sini tar aku sms deh, atau ku suruh dia telfon kamu."
tambah si mamang.
"Lho polos banget sih Fer. Ku
perhatiin tu cewek lumayan cantik loh, kali aja bisa kenalan" Haris
memaksa Ferry membawanya."Jangan-jangan lo abnormal ya Fer?" kata Firman
disambut gelak tawa semua temannya.
"Hahaha.. Cakep-cakep lengkong" Haris menambahkan."Brengsek lho semua." sahut Ferry dengan wajah rada kesal.
Suasana
menjadi riuh berhiaskan gelak tawa diantara mereka.Namun mereka
akhirnya membubarkan diri untuk melanjutkan aktifitas masing-masing.
**
Ferry
melewati sebuah lorong menuju ruang kelasnya untuk mengikuti
perkuliahan. Setibanya di suatu lorong, ia melihat sosok gadis yang ia
temui di kantin barusan. Gadis yang memakai baju merah terusan sampai
lutut dengan celana jeans sebagai bawahannya tersebut tengah sibuk
memilah dan mencari sesuatu. Hal itu membuat Ferry yakin inilah gadis
yang ia cari. Ferry lalu mendekatinya.
"Hey, lagi sibuk
ya?" sapa Ferry agak mengagetkan si gadis.
"Ah, iya" sang gadis sejenak
menoleh ke arah sosok yang menyapanya. Namun kembali menenggelamkan diri
dalam kesibukan mencari suatu benda yang belum juga ia temukan.
"Ini
yang kamu cari?" Ferry menunjukkan sebuah buku yang ia bawa dari kantin
tadi.
"Loh, kok bisa ada di kamu ya?" sang gadis kaget melihat benda yang
ia cari ada di tangan pemuda tersebut.
"Kamu tuh cantik-cantik pelupa ya! Tadi kamu meninggalkan buku ini waktu beli minuman di kantin, ingat?" jelas Ferry.
"Oh
ya, aku ingat. Terima kasih ya." Ia mengambilbukunya dan langsung pergi
"Maaf, aku harus masuk kelas."
"Hey,tunggu dulu." Ferry mencegahnya.
"Apa lagi?" kata sang gadis.
"Kalau kita ketemu lagi, aku harus panggil kamu siapa?" gadis tersebut tersenyum malu mendengar ucapan lembut Ferry.
"Aku Ferry" dengan menawarkan tangannya lalu disambut tangan sang gadis dan tersebut sebuah nama "Dian".
"Ya sudah aku masuk dulu ya!" pinta Dian."Hey, mau kemana?" Ferry kembali mencegahnya.
"Ada
apa lagi?" sahut Dian agak kesal.
"Sejakkapan kamu ikut kelasku?" kata
Ferry menyadarkan. Dian tersadar dan memperhatikan sekelilingnya.
"Astaga,
aku salah kelas. Maaf aku lupa. Permisi permisi...!!" Dian nylonong
meninggalkan Ferry menuju kelasnya. Sesekali ia menoleh ke belakang pada
Ferry sambil tersenyum dan tersipu malu.
"Dasar cewek yang aneh!" guman Ferry memperhatikantingkah konyol gadis yang baru ia kenal tersebut.
***
Metromini
melaju mencari, mengantar dan menurunkan menumpang. Ferry masuk ke dalam
metromini tersebut untuk mengantarnya pulang kerumah.
Dua menit kemudian, metromini menjadi penuh. Beruntung ia masih mendapat jatah tempat duduk.
Beberapa
menit kemudian ia melihat gadis berdiri disampingnya karena tak
kebagian tempat duduk. Gadis tersebut ternyata Dian.Gadis yang baru saja
ia kenal.
Ferry berdiri meninggalkan tempat duduknya.
"Hei,duduk..!!" menawarkan Dian duduk.
"Ah, kamu" Dian terkejut bertemu
kembali dengan pria tersebut. Ia mencoba menolak.
"Nggakusah", namun
Ferry memaksa.
"Dimana sopan santunku duduk santai membiarkan seorang
wanita berdiri." Dian tersenyum dan menerima tawaran dari Ferry "Terima
kasih ya."
Namun Dian hanya sejenak menempati tempat
duduk tersebut. Ia merasa iba melihat ibu-ibu yang menggendong anaknya
berdiri tak mendapatkan jatah kursi penumpang. Dian akhirnya kembali
berdiri merelakan tempat duduknya untuk sang ibu yang menggendong anaknya
tersebut.
Suasana metromini semakin sesak oleh
penumpang. Mereka yang tak mendapat tempat duduk terpaksa harus Berdiri
berdesakan dengan penumpang lain.
Ferry yang berdiri
persis dibelakang Dian tak bisa menghindar ketika Dian terus terdorong
oleh penumpang lain di depannya. Bahkan kini sudah tidak tersisa lagi
jarak diantara mereka.
Ferry mulai merasa gugup dengan
keadaannya, sementara wajah Dian terlihat mulai memerah entah menahan
malu, gugup atau perasaan asing lainnya.Jalan ibu kota
memang bisa dibilang rata, namun bukan berarti tanpa guncangan. Ulah sang
sopir yang terkadang mengerem mendadak maupun tarik gas tiba-tiba
membuat tubuh mereka seolah-olah menyatu.
Sambil
tersenyum malu, Dian menoleh ke belakang. Ferry pun hanya bisa tersenyum
menahan gugupnya. Dalam angan singkatnya, Dian seakan berharap sosok di
belakangnya tersebut melingkarkan tangannya ke tubuhnya persis seperti
apa yang dilakukan Jack Dawson yang di perankan oleh Leonardo Dicaprio
pada kekasihnya Rose Dewitt yang diperankan oleh Kate Winslet di
atas kapal Titanic yang tengah melaju.
Kondisi jalan ibu
kota yang macet membuat perjalanan memakan waktu lebih lama. Beberapa
menit kemudian, para penumpang banyak yang turun terutama ketika sampai
di sebuah pasar tradisional. Dian akhirnya sudah bisa duduk di jok yang
kosong. Begitu juga dengan Ferry yang duduk di sampingnya.agak lama mereka terdiam.
"Hei,
perasan aku baru pertama ini deh melihat kamu di kampus!" ucapan Ferry
memecah keheningan diantara mereka. "Aku memang baru masuk tahun ini,
semester 1" jawab Dian.
"Pantesan, aku semestr 3 jurusan IT" Sahut
Ferry.
"Nggak nanya tahu!" kata Dian sambil tertawa. "Eh, kamu tuh
nyebelin banget sih?" seru Ferry yang cemberut.
"Bercanda
kok, gitu aja cemberut!" goda Dian sambil mencubit lengan Ferry. "Kamu
ke kampus naik selalu metromini?" tanya Ferry. "Nggak juga, kebetulun aku
baru pindah kost. Banyak barang yang belum diambil." jawab Dian.
"Eh
maaf, pertanyaanku tadi apa ya?" Ferry mencoba kejahilan Dian. "Dasar
nyebelin...!" Dian sewot sambil kembali mencubit lengan Ferry lebih
keras. Ferry meringis kesakitan namun tertawa puas karena berhasil
membalas kejahilan Dian.
Perjalanan terus berlanjut
mengantar para penumpang menuju tempat tujuan masing-masing. Dian turun
di suatu persimpangan. Ia berjalan menyusuri jalan sekitar 100 meter dari
tempat dia turun dari metromini. Ia masuk ke sebuah rumah tempat
tujuannya.
To Be Continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar