Ruang kerja Prof. Indra tiba-tiba dibuka. Ia agak terkaget menyaksikan kejadian itu. Sosok yang membuka pintu itu ternyata Wolver. Ia yang tengah duduk di kursi kerjanya bangkit.
"Hei Wolver, kedatanganmu mendadak sekali? Bahkan kau tak membuat janji sebelumnya" ujar Prof. Indra.
"Ada yang bisa dibantu?" lanjutnya.
"Aku tak punya banyak waktu. Aku ingin menagih janjimu!" seru Wolver.
"Hey, kau tak perlu menagih seperti itu. Kita sudah menyetujui sebuah kesepakatan kan? Dan aku tak merasa telah melanggar perjanjian diantara kita!" balas Prof. Indra.
"Diiaaaamm . . . ! ! !" Wolver sepertinya telah habis kesabaran.
"Aaaaggrrrhhh . . . ! ! !" Wolver tiba-tiba menjerit kesakitan sambil memegang kepalanya. Ia jatuh tersungkur ke lantai.
"Aku tak suka orang yang tak menghargai keputusannya sendiri" jawab Prof. Indra.
"Kau. . . Kau hanya ingin memanfaatkan aku saja kan. . . ? ? ?" seru Wolver.
"Hmm. . . Kali ini, ucapanmu tak sepenuhnya salah. Tapi setidaknya, apa yang aku berikan juga yang aku janjikan sudah setimpal dengan pengorbananmu kan?" ujarnya. Wolver berusaha bangkit.
"Yah! Baiklah, aku akan sedikit memberimu hiburan. Ikut aku. . . ! ! !" Prof. Indra berjalan menuju ruang lab diikuti Wolver.
***
"Kak Ferry. . . ! ! !" Putri memanggil Ferry yang tengah berjalan menuju kekasnya. Ferry menengok ke arahnya.
"Ada apa Put?"
"Aku mau bicara sesuatu sama kakak!" ujar Putri yang menghampirinya.
"Bicara apa?" tanya Ferry.
"Tentang Dian" ujar Putri. Ferry melirik jam pada ponselnya.
"Oke, tapi kalau bisa jangan sekarang ya! Aku ada kuliah. Tunggu aja di taman depan lab Bahasa jam 10" kata Ferry.
"Baiklah!"
"Ya sudah saya masuk dulu" Ferry mohon diri menuju kelasnya.
***
Di laboratorium, Prof. Indra telah selesai berbicara dengan Wolver.
"Baiklah, aku akan menyetujuinya. Akan ku coba saranmu. Tapi ingat, kau harus menjamin semua berjalan lancar!" Seru Wolver menyetujui sebuah saran.
"Kau sangat menyebalkan. Setidaknya, ucapkanlah terima kasih karena pertolonganku!" Prof. Indra menimpali.
"Kau belum menunaikan janjimu, kata-kata itu aku simpan untuk sementara waktu" Wolver pergi meninggalkan ruangan.
'Tak akan ku maafkan jika kau berbuat kesalahan, Wolver!' Prof. Indra berbicara dengan dirinya sendiri.
***
Ferry tengah berbicara serius dengan Putri di tempat yang mereka sepakati.
"Jadi begitu ya?" kata Ferry.
"Akhir-akhir ini, Kak Romy jarang terlihat. Dihubungi via telfon maupun sms juga tak ada respon. Kadang, aku kasihan sama Dian. Ia sangat mengharapkan kedatangan cowoknya itu, tapi kak Romy sendiri entah dimana sekarang" jelas Putri pada Ferry. Ferry agak bingung menjelaskannya. Mengingat ia dan Romy sama-sama punya sisi lain yang tak boleh sembarangan untuk diungkit.
"Kamu tak usah khawatir, aku akan berusaha menyelesaikan ini!" Ferry meyakinkannya. Mereka telah pergi meninggalkan tempat mereka bicara.
Ferry tengah berjalan di depan sebuah ruangan. Tiba-tiba, ia terkaget melihat Romy tengah berjalan dan berbelok ke sebuah tangga menuju lantai atas. Ferry langsung bersembunyi menyelidiki Romy. Dan dengan mengendap-endap, ia mengikuti kemana Romy pergi. Dan sesampainya di depan ruangan lantai tiga, Dian menyambut kedatangannya. Dian terlihat begitu senang akan kehadiran kekasihnya itu. Mereka tak sadar bahwa Ferry tengah mengawasi mereka. Romy membawa Dian pergi ke lantai atas. Ferry terus menguntit hingga akhirnya, mereka berdua telah sampai di atas gedung kampus yang berlantai 5 tersebut. Ferry terus mengawasi mereka dari kejauhan tanpa mereka sadari. Ia menyadari akan bahaya yang tengah mengincar Dian.
Tiba-tiba, Dian terlihat melemah dan tak sadarkan diri setelah menatap mata Romy. Romy langsung menahan tubuh Dian agar tak jatuh. Ferry yang tengah bersembunyi, memang telah merasakan firasat buruk dari kedatangan Romy. Romy langsung berubah ke dalam mode Wolver dan membawa Dian pergi dari atap gedung tersebut. Ferry berubah ke dalam mode Blue dan bergegas mengejarnya. Namun tiba-tiba, seorang pria berpakaian serba merah menghadangnya.
"Hentikan. . . ! !" ujar pria misterius.
"Minggir kau. . . ! ! Aku tak punya waktu meladenimu!" jawab Blue.
"Aku tak akan membiarkanmu mengejarnya..!!" lanjut sang pria tersebut.
"Berani-beraninya kau menghalangi langkahku dalam kondisi seperti ini. . . ! ! ! Kau pasti anak buah Wolver yang bertugas menghalangiku kan. . . ? ? ?" Blue langsung menebaskan pedangnya ke arah pria tersebut. Namun pria tersebut bergerak begitu cepat menghindari serangan Blue. Blue merasa bahwa kekuatannya begitu besar tak seperti pasukan sky warior di luar posisi kapten.
"Kau salah" ujar pria misterius tersebut.
"Lalu siapa kau? Dan apa tujuanmu menghadangku seperti ini. . . ? ? ?" tanya Blue kembali.
"Aku hanya mengingatkanmu agar jangan bertarung dengannya, karena dia bukan tandinganmu!" sahutnya.
"Jangan remehkan aku! Aku tak peduli sekuat apapun dia. Aku tak akan membiarkannya pergi membawa Dian begitu saja. . ! !" Blue membalas.
"Kau akan terbunuh jika nekat masih berniat bertarung dengannya!" lanjut sang pria.
"Kau pikir aku takut? Aku tak peduli mati atau hidup, aku hanya ingin melakukan apa yang menurutku pantas aku lakukan. . . ! !" jawab Blue.
"Jadi begitu ya??" pria tersebut berjalan mendekati Blue. Blue yang marah, langsung menebaskan pedangnya.
"Matilah kaaaauuu. . . ! ! !" namun aneh, pedangnya tak bisa mengenai tubuh pria misterius itu. Pedangnya hanya menembus tubuh sang pria tanpa bisa melukainya. Blue terus mencobanya, namun hasilnya tak berubah. Hingga akhirnya, pria tersebut tepat ada di depannya. Blue terdiam.
"Lakukan jika itu maumu!" pria tersebut langsung menyerang Blue. Namun serangannya hanya menembus tubuh Blue dan ia menghilang dengan sekejap.
Blue tak mengerti siapa pria misterius itu dan apa tujuannya melakukan semua ini.
Tak mau terus berkutat dalam teka-teki tentang pria misterius barusan, Blue langsung melesat mengejar Wolver yang membawa Dian pergi. Perlahan tapi pasti, Blue berhasil mengejar Wolver.
"Berhenti. . . ! ! !" Blue berteriak mencoba menghentikan Wolver yang tengah sampai di atas gedung setengah jadi berlantai 8. Wolver pun berhenti dan mendarat di atas bangunan yang belum selesai tersebut.
"Blue, kau mengawasiku rupanya!" ujar Wolver.
"Kembalikan Dian! Apa yang ingin kau lakukan padanya. . ? ?" seru Blue.
"Kau tak perlu tahu soal itu. Dan jangan ikut campur jika kau tak ingin menyesalinya!" Jawab Wolver memperingatkan sambil bersiap pergi. Blue melancarkan serangan laser angin untuk mencegah Wolver pergi. Wolver berhasil menghingdar.
"Aku juga tak mau ikut campur dengan urusanmu. Jika kau mau mengembalikan Dian!" Blue membalas.
"Kau pikir kau siapa? Aku adalah kekasihnya, tak logis jika aku mengembalikan dia padamu!"
"Diiiaaammm. . . ! ! !" Blue mulai habis kesabaran.
"Kekasih macam apa kau ini? Aku tak akan membiarkanmu berbuat sesuka hatimu tanpa peduli perasaannya!" Blue kembali melancarkan laser angin miliknya, Wolver kembali menghindar.
"Baiklah, semoga kau telah memikirkan keputusanmu kali ini, agar nanti kau tak menyesal!" Wolver merebahkan Dian yang masih tak sadarkan diri. Ia mulai serius untuk bertarung dengan Blue.
"Kau terlihat lebih sombong hanya karena kau telah berhasil mengalahkan tiga elite Sky Warior. Tapi jangan mimpi untuk menang dariku!" Wolver merentangkan tangan kanannya. Dan tiba-tiba, seberkas sinar berwarna biru yang keluar dari tubuhnya berkumpul di telapak tangannya dan berubah menjadi sebuah pedang yang berukuran besar. Ia langsung menyerang dengan kecepatan tinggi. Blue yang telah siaga dengan pedang pita hitamnya berusaha menahan serangan dari Wolver. Kekuatan yang begitu besar dalam benturan antar senjata dengannya, membuatnya terdorong ke belakang.
"Kau salah memilih lawan Blue" ucap Wolver memperingatkan.
"Aku tak peduli siapa lawanku!" jawab Blue.
"Kau takkan mati meski kau kalah jika bertarung dengan Sky Warior, karena mereka sejatinya masih menginginkanmu kembali dengan memasang ulang Brain Control padamu. Tapi aku adalah pengecualian! Aku tak pernah peduli dengan ambisi mereka. So, takkan menyesal jika aku harus membunuhmu dalam sebuah pertarungan!" Wolver kembali menyerang. Blue terus berusaha melawan balik. Sabetan kuat Wolver hampir mengenai Blue yang akhirnya berhasil menghindar.
"Satu hal lagi yang perlu kau ketahui. Aku adalah Sky Warior terkuat yang pernah tercipta!" seru Wolver dengan serangannya yang begitu cepat.
To Be Continued
"Hei Wolver, kedatanganmu mendadak sekali? Bahkan kau tak membuat janji sebelumnya" ujar Prof. Indra.
"Ada yang bisa dibantu?" lanjutnya.
"Aku tak punya banyak waktu. Aku ingin menagih janjimu!" seru Wolver.
"Hey, kau tak perlu menagih seperti itu. Kita sudah menyetujui sebuah kesepakatan kan? Dan aku tak merasa telah melanggar perjanjian diantara kita!" balas Prof. Indra.
"Diiaaaamm . . . ! ! !" Wolver sepertinya telah habis kesabaran.
"Aaaaggrrrhhh . . . ! ! !" Wolver tiba-tiba menjerit kesakitan sambil memegang kepalanya. Ia jatuh tersungkur ke lantai.
"Aku tak suka orang yang tak menghargai keputusannya sendiri" jawab Prof. Indra.
"Kau. . . Kau hanya ingin memanfaatkan aku saja kan. . . ? ? ?" seru Wolver.
"Hmm. . . Kali ini, ucapanmu tak sepenuhnya salah. Tapi setidaknya, apa yang aku berikan juga yang aku janjikan sudah setimpal dengan pengorbananmu kan?" ujarnya. Wolver berusaha bangkit.
"Yah! Baiklah, aku akan sedikit memberimu hiburan. Ikut aku. . . ! ! !" Prof. Indra berjalan menuju ruang lab diikuti Wolver.
***
"Kak Ferry. . . ! ! !" Putri memanggil Ferry yang tengah berjalan menuju kekasnya. Ferry menengok ke arahnya.
"Ada apa Put?"
"Aku mau bicara sesuatu sama kakak!" ujar Putri yang menghampirinya.
"Bicara apa?" tanya Ferry.
"Tentang Dian" ujar Putri. Ferry melirik jam pada ponselnya.
"Oke, tapi kalau bisa jangan sekarang ya! Aku ada kuliah. Tunggu aja di taman depan lab Bahasa jam 10" kata Ferry.
"Baiklah!"
"Ya sudah saya masuk dulu" Ferry mohon diri menuju kelasnya.
***
Di laboratorium, Prof. Indra telah selesai berbicara dengan Wolver.
"Baiklah, aku akan menyetujuinya. Akan ku coba saranmu. Tapi ingat, kau harus menjamin semua berjalan lancar!" Seru Wolver menyetujui sebuah saran.
"Kau sangat menyebalkan. Setidaknya, ucapkanlah terima kasih karena pertolonganku!" Prof. Indra menimpali.
"Kau belum menunaikan janjimu, kata-kata itu aku simpan untuk sementara waktu" Wolver pergi meninggalkan ruangan.
'Tak akan ku maafkan jika kau berbuat kesalahan, Wolver!' Prof. Indra berbicara dengan dirinya sendiri.
***
Ferry tengah berbicara serius dengan Putri di tempat yang mereka sepakati.
"Jadi begitu ya?" kata Ferry.
"Akhir-akhir ini, Kak Romy jarang terlihat. Dihubungi via telfon maupun sms juga tak ada respon. Kadang, aku kasihan sama Dian. Ia sangat mengharapkan kedatangan cowoknya itu, tapi kak Romy sendiri entah dimana sekarang" jelas Putri pada Ferry. Ferry agak bingung menjelaskannya. Mengingat ia dan Romy sama-sama punya sisi lain yang tak boleh sembarangan untuk diungkit.
"Kamu tak usah khawatir, aku akan berusaha menyelesaikan ini!" Ferry meyakinkannya. Mereka telah pergi meninggalkan tempat mereka bicara.
Ferry tengah berjalan di depan sebuah ruangan. Tiba-tiba, ia terkaget melihat Romy tengah berjalan dan berbelok ke sebuah tangga menuju lantai atas. Ferry langsung bersembunyi menyelidiki Romy. Dan dengan mengendap-endap, ia mengikuti kemana Romy pergi. Dan sesampainya di depan ruangan lantai tiga, Dian menyambut kedatangannya. Dian terlihat begitu senang akan kehadiran kekasihnya itu. Mereka tak sadar bahwa Ferry tengah mengawasi mereka. Romy membawa Dian pergi ke lantai atas. Ferry terus menguntit hingga akhirnya, mereka berdua telah sampai di atas gedung kampus yang berlantai 5 tersebut. Ferry terus mengawasi mereka dari kejauhan tanpa mereka sadari. Ia menyadari akan bahaya yang tengah mengincar Dian.
Tiba-tiba, Dian terlihat melemah dan tak sadarkan diri setelah menatap mata Romy. Romy langsung menahan tubuh Dian agar tak jatuh. Ferry yang tengah bersembunyi, memang telah merasakan firasat buruk dari kedatangan Romy. Romy langsung berubah ke dalam mode Wolver dan membawa Dian pergi dari atap gedung tersebut. Ferry berubah ke dalam mode Blue dan bergegas mengejarnya. Namun tiba-tiba, seorang pria berpakaian serba merah menghadangnya.
"Hentikan. . . ! !" ujar pria misterius.
"Minggir kau. . . ! ! Aku tak punya waktu meladenimu!" jawab Blue.
"Aku tak akan membiarkanmu mengejarnya..!!" lanjut sang pria tersebut.
"Berani-beraninya kau menghalangi langkahku dalam kondisi seperti ini. . . ! ! ! Kau pasti anak buah Wolver yang bertugas menghalangiku kan. . . ? ? ?" Blue langsung menebaskan pedangnya ke arah pria tersebut. Namun pria tersebut bergerak begitu cepat menghindari serangan Blue. Blue merasa bahwa kekuatannya begitu besar tak seperti pasukan sky warior di luar posisi kapten.
"Kau salah" ujar pria misterius tersebut.
"Lalu siapa kau? Dan apa tujuanmu menghadangku seperti ini. . . ? ? ?" tanya Blue kembali.
"Aku hanya mengingatkanmu agar jangan bertarung dengannya, karena dia bukan tandinganmu!" sahutnya.
"Jangan remehkan aku! Aku tak peduli sekuat apapun dia. Aku tak akan membiarkannya pergi membawa Dian begitu saja. . ! !" Blue membalas.
"Kau akan terbunuh jika nekat masih berniat bertarung dengannya!" lanjut sang pria.
"Kau pikir aku takut? Aku tak peduli mati atau hidup, aku hanya ingin melakukan apa yang menurutku pantas aku lakukan. . . ! !" jawab Blue.
"Jadi begitu ya??" pria tersebut berjalan mendekati Blue. Blue yang marah, langsung menebaskan pedangnya.
"Matilah kaaaauuu. . . ! ! !" namun aneh, pedangnya tak bisa mengenai tubuh pria misterius itu. Pedangnya hanya menembus tubuh sang pria tanpa bisa melukainya. Blue terus mencobanya, namun hasilnya tak berubah. Hingga akhirnya, pria tersebut tepat ada di depannya. Blue terdiam.
"Lakukan jika itu maumu!" pria tersebut langsung menyerang Blue. Namun serangannya hanya menembus tubuh Blue dan ia menghilang dengan sekejap.
Blue tak mengerti siapa pria misterius itu dan apa tujuannya melakukan semua ini.
Tak mau terus berkutat dalam teka-teki tentang pria misterius barusan, Blue langsung melesat mengejar Wolver yang membawa Dian pergi. Perlahan tapi pasti, Blue berhasil mengejar Wolver.
"Berhenti. . . ! ! !" Blue berteriak mencoba menghentikan Wolver yang tengah sampai di atas gedung setengah jadi berlantai 8. Wolver pun berhenti dan mendarat di atas bangunan yang belum selesai tersebut.
"Blue, kau mengawasiku rupanya!" ujar Wolver.
"Kembalikan Dian! Apa yang ingin kau lakukan padanya. . ? ?" seru Blue.
"Kau tak perlu tahu soal itu. Dan jangan ikut campur jika kau tak ingin menyesalinya!" Jawab Wolver memperingatkan sambil bersiap pergi. Blue melancarkan serangan laser angin untuk mencegah Wolver pergi. Wolver berhasil menghingdar.
"Aku juga tak mau ikut campur dengan urusanmu. Jika kau mau mengembalikan Dian!" Blue membalas.
"Kau pikir kau siapa? Aku adalah kekasihnya, tak logis jika aku mengembalikan dia padamu!"
"Diiiaaammm. . . ! ! !" Blue mulai habis kesabaran.
"Kekasih macam apa kau ini? Aku tak akan membiarkanmu berbuat sesuka hatimu tanpa peduli perasaannya!" Blue kembali melancarkan laser angin miliknya, Wolver kembali menghindar.
"Baiklah, semoga kau telah memikirkan keputusanmu kali ini, agar nanti kau tak menyesal!" Wolver merebahkan Dian yang masih tak sadarkan diri. Ia mulai serius untuk bertarung dengan Blue.
"Kau terlihat lebih sombong hanya karena kau telah berhasil mengalahkan tiga elite Sky Warior. Tapi jangan mimpi untuk menang dariku!" Wolver merentangkan tangan kanannya. Dan tiba-tiba, seberkas sinar berwarna biru yang keluar dari tubuhnya berkumpul di telapak tangannya dan berubah menjadi sebuah pedang yang berukuran besar. Ia langsung menyerang dengan kecepatan tinggi. Blue yang telah siaga dengan pedang pita hitamnya berusaha menahan serangan dari Wolver. Kekuatan yang begitu besar dalam benturan antar senjata dengannya, membuatnya terdorong ke belakang.
"Kau salah memilih lawan Blue" ucap Wolver memperingatkan.
"Aku tak peduli siapa lawanku!" jawab Blue.
"Kau takkan mati meski kau kalah jika bertarung dengan Sky Warior, karena mereka sejatinya masih menginginkanmu kembali dengan memasang ulang Brain Control padamu. Tapi aku adalah pengecualian! Aku tak pernah peduli dengan ambisi mereka. So, takkan menyesal jika aku harus membunuhmu dalam sebuah pertarungan!" Wolver kembali menyerang. Blue terus berusaha melawan balik. Sabetan kuat Wolver hampir mengenai Blue yang akhirnya berhasil menghindar.
"Satu hal lagi yang perlu kau ketahui. Aku adalah Sky Warior terkuat yang pernah tercipta!" seru Wolver dengan serangannya yang begitu cepat.
To Be Continued
Tidak ada komentar:
Posting Komentar