A. Pengertian Operasi Kelamin
Operasi ganti kelamin (taghyir al-jins) adalah operasi pembedahan untuk
mengubah jenis kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya. Pengubahan
jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan dilakukan dengan memotong penis dan
testis, kemudian membentuk
kelamin perempuan (vagina) dan membesarkan payudara. Sedang pengubahan jenis kelamin perempuan menjadi laki-laki dilakukan dengan memotong payudara, menutup saluran kelamin perempuan, dan menanamkan organ genital laki-laki (penis).
kelamin perempuan (vagina) dan membesarkan payudara. Sedang pengubahan jenis kelamin perempuan menjadi laki-laki dilakukan dengan memotong payudara, menutup saluran kelamin perempuan, dan menanamkan organ genital laki-laki (penis).
Dalam dunia kedokteran modern
sendiri, dikenal tiga bentuk operasi kelamin yaitu:
- Operasi penggantian jenis kelamin, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal;
- Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki cacat kelamin, seperti alat kelamin yang tidak berlubang atau tidak sempurna;
- Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki dua organ/jenis kelamin.
B. Pandangan
Islam tentang Transgender dan Operasi Ganti Kelamin
Pada dasarnya Allah menciptakan manusia ini dalam
dua jenis saja, yaitu laki-laki dan perempuan, sebagaimana firman Allah swt:
وَأَنَّهُ
خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْأُنثَ
”Dan Dia (Allah) menciptakan dua pasang dari dua
jenis laki-laki dan perempuan.“ (Qs An Najm : 45)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ
وَأُنثَى
“Wahai manusia Kami menciptakan kamu yang terdiri
dari laki-laki dan perempuan.“ (Qs Al Hujurat : 13)
Kedua ayat di atas, dan ayat-ayat lainnya
menunjukkan bahwa manusia di dunia ini hanya terdiri dari dua jenis saja,
laki-laki dan perempuan, dan tidak ada jenis lainnya. Tetapi di dalam kenyataannya,
kita dapatkan seseorang tidak mempunyai status yang jelas, bukan laki-laki dan
bukan perempuan.
C. Alasan Dilakukanya Operasi Kelamin
Sheikh Muhammad NurAbdullah, mantan Presiden ISNA (Islamic Society of North America)
dan anggota Dewan Fiqih Amerika Utara, memberikan penjelasan:
Beberapa
permasalahan perlu diperjelas lagi terkait hal diatas :
1.
Jika ada seseorang
dilahirkan biseksual dan ada kebutuhan medis untuk melakukan operasi ubah jenis
kelamin dengan tujuan mengembalikan kembali keseimbangan biologis di tubuhnya
maka hal tersebut diperbolehkan.
2.
Jika ada seseorang
dilahirkan sebagai laki-laki, tetapi tiba-tiba hormon kewanitaannya lebih
menonjol dibanding hormon kelelakiannya dan untuk alasan kesehatan ia
memerlukan untuk melakukan operasi ubah jenis kelamin agar memperbaiki
kekurangannya maka hal tersebut diperbolehkan.
3.
Jika ada seseorang
dilahirkan dalam kondisi normal, tetapi untuk alasan 'kesenangan' dia melakukan operasi ubah jenis kelamin maka ia
telah melakukan sebuah dosa besar yang tidak bisa diterima menurut pandangan
Islam.
Bagaimanapun juga, dikarenakan Islam menghapuskan semua
dosa yang telah dilakukan oleh pemeluknya sebelum ia memeluk Islam, maka jika
ada seorang Non Muslim memeluk Islam dan sebelumnya dia telah melakukan operasi
ubah jenis kelamin kita sebagai Muslim harus menerima dia sebagai Muslim juga.
Jika operasi ubah jenis kelamin itu telah berhasil dan merubah jenis kelamin
dia secara keseluruhan maka kita tidak memiliki pilihan kecuali menerima dia
sebagai seorang wanita dan memperlakukannya sebagai wanita pula.
Tanda-tanda transeksual yang bisa dilacak melalui DSM, antara lain;
perasaan tidak nyaman dan tidak puas dengan salah satu anatomi seksnya;
berharap dapat berganti kelamin dan hidup dengan jenis kelamin lain; mengalami
guncangan yang terus menerus untuk sekurangnya selama dua tahun dan bukan hanya
ketika datangnya stress. Juga adanya penampilan fisik interseks atau genetic
yang tidak normal; dan dapt ditemukan kelainan mental seperti schizophrenia,
yaitu semacam reaksi psikotis dicirikan diantaranya dengan gejala pengurungan
diri, gangguan pada kehidupan emosional dan afektif serta laku negativisme[1]
. Transeksual dapat diakibatkan faktor
bawaan (hormone dan gen) dan factor lingkungan. Factor lingkungan diantaranya
pendidikan yang salah pada masa kecil dengan membiarkan anak laki-laki
berkembang dalam tingkah laku perempuan , pada masa pubertas dengan homoseksual
yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami dan istri.
Perlu dibedakan penyebab transeksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus transeksual
karena keseimbangan hormone yang menyimpang (bawaan) , menyimbangkan kondisi
hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis kelamin bias dilakukan.
Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki kelainan genetikal maupun
hormonal dan memiliki kecenderungan penampilan lawan jenis hanya untuk
mempertaruhkan dorongangan kejiwaan dan nafsu adalah sesuatu yang menyimpang dan tidak dibenarkan menurut
syariat islam.
D.
Dalil- Dalil yang Berkaiyan dengan Operasi Kelamin
- Firman Allah Subhana Wa Ta’ala dalam surat Al-Hujurât: 13 yang menurut kitab Tafsir Ath-Thabari mengajarkan prinsip equality (keadilan) bagi segenap manusia di hadapan Allah dan hukum yang masing-masing telah ditentukan jenis kelaminnya dan ketentuan Allah ini tidak boleh diubah dan seseorang harus menjalani hidupnya sesuai kodratnya.
- Firman Allah Subhana Wa Ta’ala dalam surat An-Nisâ’: 119. Menurut kitab-kitab tafsir seperti Tafsir Ath-Thabari, Ash-Shawi, Al-Khazin (I/405), Al-Baidhawi (II/117), Zubadu At-Tafsir (hal.123) dan Al-Qurthubi (III/1963) disebutkan beberapa perbuatan manusia yang diharamkan karena termasuk “mengubah ciptaan Allah” sebagaimana yang dimaksud ayat di atas yaitu seperti mengebiri manusia, homoseksual, lesbian, menyambung rambut dengan sopak, pangur dan sanggul, membuat tato, mengerok bulu alis dan takhannuts (seorang pria berpakaian dan bertingkah laku seperti wanita layaknya waria dan sebaliknya).
- Hadits Nabi n: “Allah mengutuk para tukang tato, yang meminta ditato, yang menghilangkan alis mata, dan orang-orang yang memotong (pangur) giginya, yang semuanya itu untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah.” (HR. Al-Bukhari).
- Hadits Nabi n, “Allah mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Ahmad).
E. Hukum Operasi Penggantian Kelamin
Pertama:
Masalah seseorang yang ingin mengubah jenis kelaminnya sedangkan ia lahir dalam
kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya dan bagi perempuan yang dilengkapi
dengan rahim dan ovarium, maka pada umumnya tidak dibolehkan atau banyak
ditentang dan bahkan diharamkan oleh syariat Islam untuk melakukan operasi
kelamin. Ketetapan haram ini sesuai dengan keputusan fatwa Majelis Ulama
Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional II tahun 1980 tentang Operasi
Perubahan/ Penyempurnaan kelamin. Menurut fatwa MUI ini sekalipun diubah jenis
kelamin yang semula normal kedudukan hukum jenis kelaminnya sama dengan jenis
kelamin semula sebelum diubah.
Para ulama fiqih mendasarkan ketetapan hukum tersebut
pada dalil-dalil diantaranya yaitu Hadits Nabi saw.: “Allah mengutuk laki-laki
yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Ahmad). Oleh
karena itu kasus ini sebenarnya berakar dari kondisi kesehatan mental yang
penanganannya bukan dengan merubah ciptaan Tuhan melainkan melalui pendekatan
spiritual dan kejiwaan (spiritual and psychological therapy).
Kedua: Jika
operasi kelamin yang dilakukan bersifat perbaikan atau penyempurnaan dan bukan
penggantian jenis kelamin, maka pada umumnya itu masih bisa dilakukan atau
dibolehkan. Jika kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk
mengeluarkan air seni dan/atau sperma, maka operasi untuk memperbaiki atau
menyempurnakannya dibolehkan bahkan dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang
normal karena kelainan seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati.
Orang yang
lahir dengan alat kelamin tidak normal bisa mengalami kelainan psikis dan
sosial sehingga dapat tersisih dan mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat
normal serta kadang mencari jalannya sendiri, seperti melacurkan diri menjadi
waria atau melakukan homoseks dan lesbianisme[2].
Semua perbuatan ini dikutuk oleh Islam berdasarkan hadits Nabi saw.: “Allah dan
rasulnya mengutuk kaum homoseksual” (HR.al-Bukhari). Guna menghindari hal ini,
operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin boleh dilakukan. Dalam kaidah
fiqih dinyatakan “Adh-Dhararu Yuzal” (Bahaya harus dihilangkan) yang
menurut Imam Asy-Syathibi menghindari dan menghilangkan bahaya termasuk suatu
kemaslahatan yang dianjurkan syariat Islam. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi
saw.: “Berobatlah wahai hamba-hamba Allah! Karena sesungguhnya Allah tidak
mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obatnya, kecuali satu penyakit,
yaitu penyakit ketuaan.” (HR. Ahmad)
Ketiga: Apabila
seseorang mempunyai alat kelamin ganda, maka untuk memperjelas dan memfungsikan
secara optimal dan definitif salah satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan
operasi untuk ‘mematikan’ dan menghilangkan salah satu alat kelaminnya.
Misalnya, jika seseorang memiliki alat kelamin pria dan wanita, sedangkan pada
bagian dalam tubuhnya ia memiliki rahim dan ovarium yang menjadi ciri khas dan
spesifikasi utama jenis kelamin wanita, maka ia boleh menghilangkan alat
kelamin prianya untuk memfungsikan alat kelamin wanitanya dan dengan demikian
mempertegas identitasnya sebagai wanita. Hal ini dianjurkan syariat karena
keberadaan zakar yang berbeda dengan keadaan bagian dalamnya bisa mengganggu
dan merugikan dirinya sendiri baik dari segi hukum agama karena hak dan kewajibannya
sulit ditentukan apakah dikategorikan perempuan atau laki-laki maupun dari segi
kehidupan sosialnya. Dibolehkannya operasi perbaikan atau penyempurnaan
kelamin, sesuai dengan keadaan anatomi bagian dalam kelamin orang yang
mempunyai kelainan kelamin atau kelamin ganda, juga merupakan keputusan
Nahdhatul Ulama PW Jawa Timur pada seminar “Tinjauan Syariat Islam tentang
Operasi Ganti Kelamin” pada tanggal 26-28 Desember 1989 di Pondok Pesantren
Nurul Jadid, Probolinggo Jawa Timur.
Khusus
mengenai kasus yang terakhir ini, Pengadilan Negeri Purwokerto telah
mengeluarkan putusan yang berkaitan dengan penggantian jenis kelamin atas Aan,
seorang bocah berusia 6 tahun. Pada awalnya, bocah ini hanya memiliki alat
kelamin wanita. Namun selang 10 hari setelah kelahirannya, dukun bayi yang
membantu saat bocah ini dilahirkan melihat adanya munculnya alat kelamin
laki-laki pada bayi tersebut. Dalam perkembangannya, Aan memiliki dua alat
kelamin sehingga dilakukan pemeriksaan secara medis di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta, dan diketahui bahwa Aan tidak memiliki rahim.
Maka tidak adanya rahim dalam tubuh Aan menjadi salah satu pertimbangan PN
Purwokerto untuk lebih menetapkan Aan sebagai pria dan bukan sebagai wanita.
Tidak adanya
aturan hukum yang jelas yang mengatur mengenai kedudukan pergantian kelamin ini
menyebabkan banyak kesalahan persepsi yang terjadi di kalangan masyarakat
mengenai boleh atau tidaknya melakukan operasi kelamin. Banyak yang berpendapat
bahwa melakukan operasi pergantian kelamin itu sah-sah saja karena itu
merupakan hak asasi tiap orang. Namun, jika perubahan kelamin itu hanya untuk
menuruti hasrat atau kemauan dari subjek itu sendiri, maka berarti dia telah
menyalahi dan berusaha untuk mengubah apa yang telah dikodratkan Tuhan
kepadanya.
Namun kita
bisa berangkat dari keputusan PN Purwokerto yang mengabulkan permintaan untuk
melakukan operasi kelamin atas bocah yang bernama Aan tadi, maka kita bisa
berkesimpulan jika operasi pengubahan kelamin itu dilakukan demi kebaikan demi
tercapainya status hukum yang jelas atau agar tidak membahayakan kesehatan,
maka operasi penggantian kelamin dapat dilakukan.
F. Konsekuensi hukum operasi kelamin
Adapun konsekuensi hokum penggantian kelamin adalah sebagai berikut:
Pertama: apabila penggantian
kelamin dilakukan oleh seseoarang dengan tujuan tabdil dan taghyir (mengubah
cipataan Allah SWT), maka identitasnya sama dengan sebelum operasi dan tidak
berubah dari segi hokum. Menurut mahmud dan syaltut, dari segi waris seorang
wanita yang melakukan operasi penggantian kelamin menjadi pria tidak akan
menerima bagian warisan pria (dua kali bagian warisan wanita) demikian juga
sebaliknya.
Kedua: sementara operasi
kelamin yang dilakukan pada seoarang yang mengalami kelainan kelamin (misalnya
berkelamin ganda) dengan tujuan tashih
atau takmil (perbaikan dan penyempurnaan) dan sesuai dengan hokum akan membuat
identitas dan status hokum orang tersebut menjadi jelas. penentuan hokum waris
bagi orang yang berkelamin ganda (khuntsa) didasarkan atas indikasi
kecenderungan sifat dan tingkah lakunya, maka setelah perbaikan kelamin menjadi
pria atau wanita, hak waris dan status hokumnya menjadi lebih tegas. Dan
menurutnya, perbaikan dan penyempurnaan alat kelamin bagi khuntsa musykil
sangat dianjurkan demi kejelasan status hukumnya[3]
Kesimpulan
Transeksual dapat diakibatkan faktor bawaan (hormone dan gen) dan factor
lingkungan. Factor lingkungan diantaranya pendidikan yang salah pada masa kecil
dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan , pada
masa pubertas dengan homoseksual yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks
dengan pacar, suami dan istri. Perlu dibedakan penyebab transeksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus transeksual
karena keseimbangan hormone yang menyimpang (bawaan) , menyimbangkan kondisi
hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis kelamin bias dilakukan.
Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki kelainan genetikal maupun
hormonal dan memiliki kecenderungan penampilan lawan jenis hanya untuk
mempertaruhkan dorongangan kejiwaan dan nafsu adalah sesuatu yang menyimpang dan tidak dibenarkan menurut
syariat islam.
Hokum operasi
kelamin dalam syariat islam:
Pertama: masalah seseorang yang lahir
dalam kondisi normal dan sempurna organ kelamin yaitu penis (dzakar) bagi
laki-laki dan vagina (farj) bagi perempuan yang dilengkapi dengan rahim atau
ovarium tidak dibolehkan dan diharamkan oleh syariatislam untuk melakukan
operasi kelamin.
Kedua: operasi kelamin yang bersifat
tashih atau takmil (perbaikan atau
penyempurnaan) dan bukan penggantian jenis kelamin, menurut para ulama,
diperbolehkan secara hokum syariat.
Ketiga: apabila seseorang mempunyai
alat kelamin ganda, yaitu mempunyai penis dan vagina, maka untuk memperjelas
dan memfungsikan secara optimal dan dedefinitif salah satu alat kelaminnya, ia
boleh melakukan operasi untuk mematikan dan menghilangkan salah satu alat
kelaminnya.
Adapun
konsekuensi hokum penggantian kelamin adalah sebagai berikut:
Pertama: apabila penggantian
kelamin dilakukan oleh seseoarang dengan tujuan tabdil dan taghyir (mengubah
cipataan Allah SWT), maka identitasnya sama dengan sebelum operasi dan tidak
berubah dari segi hokum. Menurut mahmud dan syaltut, dari segi waris seorang
wanita yang melakukan operasi penggantian kelamin menjadi pria tidak akan
menerima bagian warisan pria (dua kali bagian warisan wanita) demikian juga
sebaliknya.
Kedua: sementara operasi
kelamin yang dilakukan pada seoarang yang mengalami kelainan kelamin (misalnya
berkelamin ganda) dengan tujuan tashih
atau takmil (perbaikan dan penyempurnaan) dan sesuai dengan hokum akan membuat
identitas dan status hokum orang tersebut menjadi jelas. Menurut Wahbah
az-Zuhaili dalam al-Fikh al-islami wa
Adillatuhu bahwa jika selama ini
penentuan hokum waris bagi orang yang berkelamin ganda (khuntsa) didasarkan
atas indikasi kecenderungan sifat dan tingkah lakunya, maka setelah perbaikan
kelamin menjadi pria atau wanita, hak waris dan status hokumnya menjadi lebih
tegas. Dan menurutnya, perbaikan dan penyempurnaan alat kelamin bagi khuntsa
musykil sangat dianjurkan demi kejelasan status hukumnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar