Powered By Blogger

Rabu, 17 April 2013

Senandung Untuk Adinda


EPISODE I

“Astaga, jam berapa nih?”
“Hah, sudah jam 6, gawat kesiangan lagi…”
Hari masih terlalu redup dengan berselimutkan udara pagi yang cukup dingin menusuk tulang. Tapi hal itu tidak berarti bagi Dimas. Air bak yang terasa dingin tidak dihiraukannya, dia terus mempercepat mandi lalu berpakaian dan kemudian mempersiapkan berbagai keperluan untuk berangkat menuju ke sekolah barunya.
“Hah, sial banget, sudah tiga hari ini gue berangkat MOS kesiangan mulu. Bakal kena hukuman lagi nih.”
Jadwal MOS memang ditetapkan masuk tepat pukul enam pagi. Tentu tak ada toleransi lagi bagi yang terlambat untuk menerima hukuman, sedangkan Dimas justru baru mulai membuka mata di jam tersebut. Dengan terburu-buru dan membawa berbagai barang-barang aneh khas peralatan MOS, Dimas segera menujusekolah barunya.
“Haduh, gara-gara tadi malam begadang menyiapkan peralatan hari ini biar gak dihukum, malah jadi kesiangan. Kalau begini mah sama saja. Tetap saja bakal dapat hukuman.”
Dimas akhirnya sampai di gerbang SMA 05 tepat pukul 06.45, tentu saja dengan sambutan garang khas galaknya senior panitia MOS.
“Hei kamu, gak punya jam ya di rumah? kamu sadar tidak sudah telat berapa lama?” Bentak seorang senior pada Dimas.
“Maaf kak, tadi malam saya begadang nyiapin peralatan buat hari ini, jadi paginya ke siangan.” Jawab Dimas sebisanya.
Tentu saja alasan seperti itu tidak bisa membantunya lolos dari hukuman yang siap menanti, walau sebenarnya Dimas sudah siap dan pasrah dengan segala resiko yang akan dihadapinya. “alah, alasan saja kamu, kalau cuma terlambat kurang dari 15 menit masih mending, ini kamu sudah terlambat hampir satu jam. Kamu mau niat sekolah apa mau kondangan?” Bentakan sang senior Cowok tersebut semakin merontokkan mental Dimas saja.
“Maaf kak” Namun Dimas masih merasa beruntung karena sang senior tidak begitu mengenali wajahnya secara familiar. Andai sang senior tahu dan sudah mengenali wajahnya, tentu Dimas akan semakin malu karena dirinya sudah terlambat MOS tiga hari berturut-turut. Beruntung sang senior tidak menyadarinya. “Sudah, gabung sana”. Sang senior menyuruh Dimas gabung dengan murid-murid baru lain yang juga terlambat. Ternyata Dimas bukan satu-satunya yang terlambat parah di hari itu.
“Kalian itu sudah bukan anak kecil lagi, kalian sekarang sudah SMA, jangan kalian bawa kebiasaan kalian bermanja-manja waktu di SMP. Jika kalian kesiangan, itu tandanya kalian masih manja. Apa kalian selalu dibangunkan orang tua kalau kalian ingin bangun pagi untuk pergi ke sekolah? Sekarang kalian harus belajar mandiri, kalian sudah dewasa semua bukan? Sudah aqil baligh semua kan? Jika sekarang kalian bangun kesiangan, kalian bukan hanya terlambat ke sekolah, tapi sebagai muslim, kalian pasti telah nmelewatkan kewajiban kalian untuk shalat subuh, iya kan? Padahal itu bagian dari kewajiban kalian.”
Ceramah terakhir dari sang kakak kelas tersebut rupanya menusuk telak  ke dalam hati kecil Dimas. Dia bukan hanya malu karena terlambat masuk sekolah, tapi juga malu karena ketahuan melewatkan salah satu kewajiban bagi seorang muslim yang sudah menginjak usia aqil baligh. Ada sisi bijaksananya juga kakak kelas tersebut meski terkesan galak. Kini Dimas dan teman-temannya yang lain hanya bisa pasrah menerima hukuman yang akan diberikan.
-
-
Waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lebih lima menit, tanda apel pagi akan segera dimulai. Para petugas upacara terlihat telah siap di sisi lapangan upacara. Beberapa guru yang masih asing di mata Dimas juga terlihat tengah bersiap-siap di sisi luar lapangan upacara. Nafasnya masih berkejaran tak beraturan.
“Hai fren, kemaren-kemaren kamu terlambat, kok sekarang terlambat lagi?” Dimas agak kaget dan menengok kebelakang hendak mengetahui siapa yang telah menepuk pundak dan menyapanya tersebut. Ternyata wajah yang baru dikenalnya beberapa hari lalu. Sosok pria yang cukup tampan bernama Adit. “Besok kalo Dimas terlambat lagi, lo traktir gue makan baso ya Dit, kalo gak terlambat gue yang bakal traktir lo, gimana? Kita taruhan Dit. Hahahaha….” Teman baru Dimas yang lain ikut gabung. “Dasar sialan lo Ji…” ceplos Dimas.
“Iya nih, si Oji, ada teman sengsara bukannya ditolongin malah diledekin mulu.” Suara tersebut cukup mengagetkan Dimas, mengingat ia belum mengenal semua teman satu kelasnya. Untung Dimas sudah mengenal cewek tersebut.
“Bukan begitu Adinda, maksudnya biar wajah Dima nggak merengut terus gitu, ini masih pagi lo” celetuk Oji sambil cekikikan. “Heh dodol, gue pagi-padi sudah disuruh push-up 15 kali, lari-lari keliling lapangan basket 3 kali ditambah omelan kakak kelas lagi, gimana gue kagak merengut?” Dimas menerangkan dengan tetap diselingi irama nafas yang tak beraturan akibat rasa capek yyang belum sepenuhnya menghilang. “Siapa suruh lo terlambat, makanya besok lo jangan terlambat lagi” Jawab Oji dengan entengn sambil tetap diikuti tawa kecilnya.
“Oke deh, besok gue janji gak bakalan terlambat lagi” Dimas mengatakannya dengan sungguh-sungguh agar tidak terlambat lagi besok. “Alah, sekarang lo janji, besok emang bisa lo jamin kagak bakal kesiangan lagi?” Oji terus menggoda, “ Gue janji, besok gua gak bakal kesiangan and telat lagi, gue jamin tuh”.
”Terus kalo besok ternyata lo kesiangan lagi gimana?” Oji terus menantang Dimas,”Yang bisa jamin 100% lo bakal kesiangan lagi atau tidak itu tuhan, bukan lo.” Tambah Oji. “Ah, banyak bacot lo, gampang aja, kalo besok gue kesiangan lagi, gue gak bakal masuk sekolah, gampang kan? Hahaha…..” jawab Dimas sambil ketawa.
“Kampret lo, bisa ketawa juga lo hari ini, hehehe…..” sambil ikut ketawa dibarengi juga dengan tawa Adit dan Adinda tentunya.
            “Hei kalian, ngapain ketawa-ketawa?” Rupanya ada seorang senior cewek yang memperhatikan mereka dari belakang. Kontan mereka berempat berdiri tegak mematung. “Upacara sudah mau dimulai juga, masih berisik aja. Mau kalian dihukum?” omelan sang senior tersebut tidak dijawab dengan sepatah kata pun oleh Dimas, Oji dan Adit yang terus mematung. “Awas kalau masih berisik seperti tadi, saya sered kalian ke depan..!!” Sang senior ngeloyong pergi meninggalkan mereka setelah selesai memperingatkan. Tentu saja dengan disambut cekikikan pelan mereka bertiga yang sempat tertahan.
-
-
Apel pagi telah selesai, para murid pun masuk ke kelas masing-masing dengan didampingi oleh para senior pendamping di tiap kelas masing-masing. Dimas duduk satu bangku dengan Oji yang telah terpilih sebagai Ketua Kelas sedangkan Adit duduk sebangku dengan Imam, cowok yang dikenal paling pendiam di kelas.
Hari ke tiga MOS ternyata cukup melelahkan. Adit, Oji dan Dimas semakin saling mengenal nama, sifat, karakter, kebiasaan maupun hal-hal favorit teman-teman baru mereka. Tentu tanpa mengesampingkan teman-teman yang lain di kelas mereka.
Adit yang memiliki nama lengkap Aditya Wusnu Saputra adalah sosok yang berpostur sedang, tingginya sekitar 168 cm berat badan yang proporsional berambu hitam lurus dengan wajah yang lumayan tampan. Ditambah dengan gaya cool dan stylish, tak jarang membuat beberapa cewek kedapatan dengan sembunyi-sembunyi memperhatikannya.
Ternyata Adit adalah seorang yang berasal dari keluarga yang berada. Tak heran jika ia mengenakan baju-baju yang cukup menarik dipandang. Meski begitu, Adit tetap bisa menjadi orang yang ramah dan tidak sombong. Dia sangat peduli pada teman-temannya.
Ada rasa iri bagi Dimas jika dibandingkan dengan keluarganya. Namun Dimas tetap bersyukur meski keluarganya tidak sekaya Adit. Ia tetap bahagia memiliki kedua orang tua yang begitu peduli dan saying pada Dia dan adik perempuannya.
Ternyata, duduk satu bangku dengan Oji terkadang member hiburan tersendiri bagi Dimas. Si KM tersebut memang dikenal sangat gokil dan humoris walau terkadang suka jail. Dan tentunya selain jiwa pemimpinnya yang menonjol.
Hari ketiga MOS berakhir pada pukul satu siang. Ditutup dengan apel siang, para murid baru SMA 05 membubarkan diri menuju ke rumah masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar