Powered By Blogger

Minggu, 20 Juli 2014

Sky Power - Chapter 20

Chapter 20

"Prof. Indra telah menyelamatkan nyawa Bayu, sementara kau malah membunuhnya. Aku lebih percaya pada cita-cita perdamaian yang beliau idamkan, dibanding mahasiswa tak tahu diri seperti kau!" Stormer mulai menunjukan kemarahannya. Ia telah bersiap untuk menebus kematian temannya. Dengan diselimuti aura badai mengerikan, Stormer berlari kencang mendekati Blue. Pertarungan sengit tak terhindari lagi.
Stormer telah mengeluarkan kekuatan penuhnya. Dua petarung berkekuatan angin menciptakan kerusakan besar di sekeliling mereka. Beruntung, markas pertahanan dan senjata tidak terletak di pemukiman atau dekat pemukiman, melainkan di hutan perbukitan yang sepi. Sehingga tidak satu pun orang menjangkau atau tahu.
Blue dan Stormer bertarung di udara. Ledakan besar kembali terjadi hingga mementalkan keduanya. Stormer dengan pedang anginnya menciptakan gelombang anging puting beliung. Blue mampu meredamnya.
Lalu, Blue malah menyimpan pedang Eclipticsnya. Ia menggantinya dengan pedang biasa miliknya.
"Apa maksudmu menyimpan kembali Ecliptics? Apa kau pikir kekuatanku tak cukup kuat hanya karena kau mampu membunuh Blank?" seru Stormer yang tak mengerti apa yang Blue maksud.
"Tidak juga, aku memilih pedang ini karena suatu alasan" jawab Blue.
"Aku tak peduli senjata apa yang kau pakai. Aku hanya perlu membunuhmu untuk menggenapi dendamku atas kematian Blank!" Stormer tak peduli lagi tentang lawannya ia hanya ingin secepatnya menghabisi Blue. Ia terbang ke udara. Ia mengumpulkan kekuatan dengan diiringi tekanan udara yang sangat tinggi, Stormer menyerang dengan kekuatan penuh.
Namun tiba-tiba, seberkas cahaya keluar dari pedang Blue. Cahaya itu semakin hingga menyulitkan Stormer melihat target serangannya. Stormer menyabetkan pedangnya. Namun tak berhasil mengenai targetnya. Stormer semakin kesal dan marah. Ia menebaskan pedangnya membabi buta, namun ia tak tahu dimana posisi Blue. Dan akhirnya. . .

Jlleeeeppp. . . . .

Pedang milik Blue telah berhasil menusuk jantung Stormer. Ia benar-benar telah jatuh dalam lubang keputusasaan. Blue hendak mencabut pedangnya, namun Stormer menahannya.
"Ku. . . ku mohon jangan cabut dulu pedangmu. Ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan" ujar Stormer meminta dengan ucapan yang terbata-bata menahan sakit, Blue mengiyakannya.
"Aku tahu, kau sengaja menggunakan kekuatan Blank yang tersegel dalam pedangmu untuk membunuhku kan?" tanya Stormer. Blue terdiam sejenak.
"Kau benar, Blank menyerahkan ini padaku saat aku menusuknya" Blue menunjukan pita pelindung gagang pedangnya. Stormer terkaget melihat apa yang Blue tunjukan.
"Jadi begitu ya, Blank merestuimu untuk mengalahkanku. Tapi kenapaaaa. . . ! ! ! ? ? ?" Stormer marah sambil menarik kerak jubah Blue.
"Kenapa dia berani mengkhianatikuuuu. . . ! ! ! ? ? Kenapa dia tidak peduli dengan cita-cita . . ."
"Diiiaaaammm. . . .! ! !" Blue memotong perkataan Stormer yang terlihat sedih menangis sambil menahan sakit akibat pedang yang masih menancap di dadanya.
"Blank tidak pernah mengkhianatimu. Ia hanya ingin mengingatkanmu agar kembali pada cita-cita kalian. Namun ia sadar bahwa ia dan juga dirimu telah jauh tersesat, dan tak mungkin bisa kembali lagi ke jalan semula. Itulah sebabnya ia menitipkan ini padaku, sebagai pertanda bahwa ia telah merestuiku, serta memintaku untuk meneruskan cita-citanya" Blue menjelaskan apa yang Blank amanahkan padanya, seraya menunjukan kembali pita hitam yang mengikat pedangnya.
"Jadi kau ingin aku juga mempercayakan cita-citaku padamu, begitu kan Blue?" Stormer bertanya pada Blue yang hanya menganggukkan kepalanya.
"Lalu, bagaimana mungkin aku bisa percaya padamu? Sementara kau tak tahu arti kebenaran dan keadilan itu sendiri. Kau hanya mengikuti kemana kata hatimu bergerak, sedangkan tak semua manusia berhati suci" Blue hanya terdiam mendengar ucapan Stormer.
"Kau hanyalah anak muda bodoh yang ingin menjadi seorang pahlawan, namun tak tahu apa arti kekuatanmu. Jawab pertanyaankuuu . . . ! ! !" Stormer kembali mencecer. Blue kembali terdiam menanggapi pertanyaan dari Stormer. Perlahan, ia mencoba mengutarakan jawabannya.
"Aku tahu. Itu adalah cita-cita yang pernah terlintas dalam anganku ketika aku kecil. Tapi, aku bukan anak kecil lagi sekarang!! Aku tahu apa yang harus aku lakukan dengan kekuatanku ini. Bagiku, tak ada jalan pintas untuk menuju kebenaran, jalan terbaik menuju kebenaran adalah, jalan lurus yang terjal dan berliku" Apa yang Blue katakan begitu sangat menyentuh hatinya. Seolah-olah , ia mulai menerima alasan Blue untuk terus memperjuangkan cita-citanya.
"Banyak orang tertarik memilh jalan pintas untuk mewujudkan mimpinya, namun tak sedikit diantara mereka yang akhirnya tersesat, bahkan gagal karena tak mampu untuk kembali ke jalan semula. Aku mulai mengerti apa yang kau pertahankan selama ini, Ferry" Stormer mencoba menerima apa yang harus ia wariskan.
"Terkadang, anak kecil yang masih polos lebih mampu melihat jalan yang lurus dibandingkan orang dewasa yang sudah tersesat oleh ideologinya sendiri" sambung Stormer.
"Tak ada pilihan lain bagiku, selain mempercayaimu sebagai penjaga perdamaian kami. Namun aku puas dengan keteguhanmu. Sekarang aku bisa tenang, untuk menatapmu terus berjuang. Terima kasih, Ferry" Stormer melepas genggaman tangannya yang ia lakukan untuk menahan pedang yang menusuknya. Blue mengerti, ia mencabut pedangnya. Ternyata, pedang yang diikatkan pita hitam milik Blank bisa menahan nyawa sejenak sebelum tercabut dari tubuh. Stormer akhirnya menghembuskan nafas terakhir setelah pedang tercabut.
"Terima kasih Stormer. Kau mau bergabung dengan cita-citaku. Aku berjanji, apapun yang terjadi, aku akan memperjuangkan mimpi kita, mimpi dari nurani semua makhluk di dunia ini" Blue membawa dua jenazah yang baru dikalahkannya untuk dikebumikan.
***
Seorang sky warior dari divisi tehnik tengah menghadap pada Prof. Indra untuk menyampaikan sebuah laporan. Nampaknya ia telah menyampaikan laporannya.
"Jadi, pertarungan telah berakhir ya? Aku tak menyangka, Blank dan Stormer telah dikalahkan. Terlebih, Androman juga telah kalah sebelumnya" Prof. Indra terlihat kaget, tiga kapten Sky Warior telah kalah.
"Kau boleh kembali ke tempatmu" seru Prof. Indra pada sang pelapor.
"Baik Profesor!" ia kembali ke tempatnya.
"Blue, anak manis yang tak tumbuh seperti yang kita inginkan" ujar Iluvera yang ada di ruangan itu juga.

"Ini benar-benar sangat mengejutkan!" tiba-tiba saja Wolver datang. Prof. Indra dan Iluvera kaget.
"Kau sudah menunaikan tugasmu Wolver?" tanya Prof. Indra. Wolver menunjukan hasil tugasnya, membawa wali kota yang kini digendong Walker.
"Bawa dia ke ruang isolasi" seru Prof. Indra pada Walker, ia pun pergi menuju ruang isolasi.
"Apa perlu saya sered si anak nakal yang satu itu Prof?" ujar Wolver yang ingin menyerang Blue.
"Tak perlu terburu-buru, kita harus menyiapkan strategi untuk menangkapnya kembali" jawab Prof. Indra menahan Wolver.

***
Dua hari setelah pertarungan Blue versus Stormer dan Blank, terlihat sebuah mobil sedan melintas dan akhirnya berhenti di halaman gedung wali kota Jakarta Selatan. Sang wali kota baru saja sampai di depan kantornya dan hendak masuk menuju ke ruangannya.
Namun tiba-tiba, tiga peluru menembus dada wali kota. Seseorang telah menembaknya. Wali kota pun terjatuh bersimbah darah. Karuan saja, suasana pagi di depan gedung wali kota mendadak mencekam. Para petugas balai kota sibuk mengevakuasi tubuh wali kota yang tak sadarkan diri, sementara pihak keamanan menyisir setiap sudut balai kota guna meringkus pelaku penembakan. Polisi dan para wartawan sudah mulai sibuk dengan pekerjaan mereka.
Dan akhirnya, dengan berani sosok penembak misterius itu muncul. Sosok tersebut tidak lain adalah 'BLUE'. Ia bergerak dan mengambil tubuh wali kota yang hendak dibawa ke dalam ambulans. Aparat keamanan berusaha menghadang, namun gagal. Blue berhasil membawa kabur tubuh wali kota. Kejadian tersebut tentu tak disia-siakan para jurnalis untuk mengambil gambar sebagus mungkin. Seorang jurnalis berusaha menghadang Blue.
"Siapa kau. . . ??" bentak sang jurnalis.
"Blue. . . . ! !" Blue menodongkan pistolnya ke arah sang jurnalis hingga membuatnya ketakutan. Beruntung aparat berhasil menembak pistol yang dipegang Blue hingga terlempar pistolnya. Tak ada pilihan bagi Blue kecuali kabur membawa tubuh sang wali kota.
Berita penembakan serta penculikan wali kota Jakarta Selatan langsung tersebar ke berbagai media sebagai headline terpanas kota Jakarta bahkan daerah lainnya.

To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar