Powered By Blogger

Kamis, 07 Agustus 2014

Sky Power Chapter 21


Di kediaman Prof. Indra, sebuah telfon rumah berdering cukup keras. Hal itu tentunya telah mengusik perhatian sang pemilik rumah untuk mengangkatnya. Dan tak lama kemudian, Prof. Indra datang untuk mengangkatnya.
"Halo. . . !! Iya pak. . . Begitu ya. . . ? ? Baiklah, nanti akan saya fikirkan desainnya. . . Tidak perlu khawatir pak, itu bukan hal yang sulit bagi saya. . . Sampai ketemu lagi pak!"
Prof. Indra menutup telefonnya. Dan tiba-tiba, Iluvera datang membawa tablet untuk menunjukan sebuah headline news super penting tentang kebrutalan Blue yang menembak dan menculik wali kota beberapa jam lalu.
"Berita yang bagus. Kita beri pelajaran pada anak nakal yang ingin jadi pahlawan ini, hehehe. . ." seru Prof. Indra tertawa penuh bahagia.

***
Di kampus ITJ, Dian tengah sibuk membaca buku di taman kampus. Tiba-tiba, Putri datang menghampiri.
"Hei Dian! Rajin amat?" sapa Putri pada sahabatnya itu.
"Kamu telat mulu kalau ditungguin!" ujar Dian.
"Maaf, saya nggak dari kost. Saya berangkat dari rumah di Depok, di jalan macet banget" jawab Putri sambil meletakan tasnya di samping.
"Emang sejak kapan Jakarta nggak macet? Alasan aja!" Dian terus mencecar.
"Eh, tapi macet yang satu ini beda" kilah Putri.
"Beda apanya, ada supermen lewat?" sahut Dian.
"Eh, serius tahu! Tadi pas lewat gedung balai kota rame banget, pak wali kota Jakarta Selatan ditembak pria bercadar. Bahkan ia sekarang diculik pria misterius itu" Putri menjelaskan kejadian yang dilihatnya di perjalanan.
"Terus, pelakunya gimana?" tanya Dian yang cukup kaget dan penasaran.
"Polisi tidak berhasil menangkap pelakunya. Nampaknya, pelakunya memiliki kesaktian begitu. Ia berhasil lolos membawa pak wali kota meski dikepung puluhan aparat!" sambung Putri sambil membuka HPnya.
"Kita coba cari beritanya di internet, kali aja sudah ada report" Putri mencari berita yang dimaksud di internet seluler. Sedangkan Dian benar-benar semakin penasaran.

***
Ferry berjalan menelusuri jalan setapak berubin di kampusnya. Ia melihat teman-temannya tengah berkumpul di salah satu kantin. Mereka tengah ngobrol sesuatu.
"Hei, tumben serius amat. Lagi rapat apaan sih?" Ferry menyapa teman-temannya.
"Hei Fer, lo kemana aja? Kuliah semester empat sudah dimulai seminggu yang lalu" ujar Adi.
"Iya nih, akhir-akhir ini juga kamu kalau dihubungi susah banget" Haris ikut menimpali.
"Maaf, akhir-akhir ini saya banyak kesibukan" jawab Ferry.
"Dasar lho, gara-gara kalah rebutan cewek aja ngambek sampe berbulan-bulan" Firman ikut mengomentari sambil ketawa.
"Berisik lho . . ." sahut Ferry sambil menjambak rambut Firman. Karuan saja Firman kesakitan.
"Aduh. . . Sakit monyong. . .  ! !" semprot Firman kesakitan.
Tiba-tiba, seorang mahasiswi datang menghampiri mereka.
"Permisi-permisi. . . Ada Om Firman nggak di sini?" ujar mahasiswi tersebut.
"Om om om, dasar tante genit! Ngapain sih nyariin gue?" sahut Firman.
"Enak aja kalau ngomong? Bayar sini!" jawabnya.
"Bayar apaan?" Firman masih bingung.
"Pulsa. . . Sini sebelas ribu!"
"Nanti aja sih, gue mau ke ATM nih, lagi nggak bawa duit" pinta Firman.
"Jangan bohong lho!"
"SUER tante! Sok, geledah kalau mau!" jawab Firman.
"Awas kalau bohong. Eh, ada bang Ferry, kemana aja bang?" ujar sang gadis.
"Nggak kemana-mana kok Fin. Tadi rencananya mau ke hatimu tapi aku takut tersesat" ujar Ferry tersenyum ngegombali gadis mungil nan imut itu.
"Ciiiaaahhh. . . . Abang yang satu ini jadi suka ngegombal. Pasti ketularan virus gara-gara sering gaul sama Firman?" sahut Fina sambil ketawa.
"Sialan lho tante kredit!" ucap Firman sewot.
"Sayang banget abang nggak berangkat Kamis kemarin. Coba kalau berangkat, pasti abang yang terpilih jadi ketua kelas yang baru. Bukan om-om kepo macam dia" seru Fina sambil ketawa menunjuk ke arah Firman.
"Heh, lo udah gue pilih jadi bendahara kelas malah ngeselin banget sih!" ujar Firman sewot.
"Oh, jadi sekarang Firman ketua kelasnya ya? Pasti pake gambreng pemilhannya! Hahaha. . ." ujar Ferry ikut menimpali dengan disambut ketawa semua orang. Tentunya Firman adalah pengecualian.
"Brengsek lho semua. . . ! ! Sama ketua kelas nggak ada hormat-hormatnya lho ya!" sewot Firman.

***
"Blue. . . ? ? ? Ini tidak mungkin!" Dian tentunya menolak untuk percaya jika Blue adalah pelaku penembakan dan penculikan terhadap wali kota.
"Loh. . . Kenapa memangnya? Apa kamu mengenal dia?" tanya Putri yang heran dengan ekspresi yang ditunjukan oleh sahabatnya tersebut.
"Aku tak mengenalnya secara eksplisit. Tapi. . . Aku, dua kali diselamatkan olehnya" Dian mengingat kejadian saat ia hampir mati tertimpa baliho raksasa di saat terjadi hujan dan angin kencang. Beruntung Blue datang tepat waktu menyelamatkannya. Dan yang kedua, Blue juga menyelamatkan dia ketika terjadi serangan oleh Wolver.
"Tapi, apa mungkin wartawan salah identifikasi? Bukankah dari foto yang wartawan ambil ini, kamu bisa nilai benar atau tidak" seru Putri.
"Memang benar sih. Tapi seingatku, dialah orang yang menolong aku dulu" Dian masih mencari tahu penyebabnya. Putri juga heran dengan keterangan yang ia dapat dari Dian.

***
Seorang mahasiswa berlari dengan buru-burunya. Ia menghampiri rombongan Ferry dkk yang tengah asyik ngobrol di kantin. Cowok tersebut ternyata Rizal. Nafasnya seakan saling berkejaran karena capek ketika sampai di hadapan teman-temannya.
"Zal, ngapain lho lari-lari, kaya copet kepergok lho?" ujar Haris keheranan.
"Ada tragedi penembakan Wali kota barusan, bahkan si pelaku membawa kabur sang wali kota!" jawab Rizal yang masih diselingi nafas yang berat. Semua orang kaget.
"Ah, yang bener? Terus, pelakunya siapa?" tanya Firman.
"Pelakunya berhasil kabur membawa tubuh pak wali kota. Dia pake master dan berjubah hitam" Rizal menjelaskan setelah ia melihat kejadian langsung dari TKP.
"Wah, ternyata benar kata Rizal. Beritanya sudah ada di internet" Fina membuka sebuah situs berita digital via smartphone miliknya.
"Pelakunya. . . " Fina masih membaca berita tersebut. Sementara teman-temannya penasaran kelanjutan dari keterangan Fina.
"Blue. . . ."
Semua orang kaget. Ferry pastinya menjadi pendengar yang paling kaget dibanding yang lain.
'Ini gila, apa maksud semua ini?' Ferry bertanya dalam hati.
"Berapa orang pelakunya?" tanya Haris masih penasaran.
"Pelakunya cuma satu orang!" jawab Rizal.
"Cuma satu orang! Bagaimana mungkin polisi tidak bisa membekuk penjahat gila yang cuma satu orang?" Adi tak kalah heran dengan tragedi tersebut. Ferry teringat pada sebuah misi ketika ia masih berada di organisasi Sky Power. Ia sempat mendapat misi untuk menculik wali kota, namun gagal karena kakek misterius yang kini telah membantunya terlepas dari Brain Control.
Tak salah lagi, pelakunya pasti anggota Sky Power yang memakai kostum mirip dirinya. Itu adalah sesuatu yang terlintas dalam analis Ferry. Namun siapa pelaku sebenarnya dalam kasus ini?

***
Tubuh wali kota tergeletak di sebuah tempat di ruang laboratorium Sky Power. Bekas peluru yang menghujam membuat darah mengalir dari lukanya.
"Profesor, apa yang sebenarnya anda rencanakan? Padahal aku sudah menculik wali kota yang asli kan?" Wolver juga tampaknya belum tahu rencana Prof. Indra.
"Ini bagian dari rencanaku. Kau akan tahu nanti. Lagi pula, aku sudah berjanji akan melakukan suatu hal untukmu kan?" sahut Prof. Indra.
"Aku tak peduli dengan semua ambisi konyolmu, aku cuma ingin kau segera membuktikan janjimu!" balas Wolver yang memendam suatu ambisi pribadi. Prof. Indra mendekati Wolver.
"Hmm. . . Kau tak perlu khawatir, keinginanmu akan segera terkabul, segera setelah misi kita berhasil" ujar Prof. Indra meyakinkan Wolver. Wolver pergi meninggalkan tempat mereka.
"Satu orang kapten berkhianat, tiga kapten gugur. Ini akan semakin merepotkan jika kita juga kesulitan mengontrol Sky Warior terkuat yang kita miliki itu" Iluvera angkat bicara.
"Dia memang sangat labil, bahkan jauh lebih labil dibandingkan Blue" seru Prof. Indra.
"Replician, segera laksanakan misi selanjutnya!" Prof. Indra memerintahkan Blue palsu yang barusan menculik wali kota.
"Baik tuan. . ." Replician langsung pergi meninggalkan ruang lab. Sementara Prof. Indra menghampiri tubuh wali kota yang terbujur di meja laboratorium. Prof. Indra membuka sebuah kotak kecil yang berisi sebuah tombol. Dan ketika tombol itu ditekan, sebuah sinar menutupi tubuh wali kota. Tubuh wali kota menghilang, berubah menjadi sehelai rambut.

Sementara di sudut ruangan lain, sosok pria tengah terkurung dalam keadaan tak berdaya. Ternyata, sosok tersebut adalah sosok wali kota yang asli.

To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar