Powered By Blogger

Jumat, 23 Mei 2014

OPERASI KELAMIN MENURUT PANDANGAN ISLAM



A.    Pengertian Operasi Kelamin
Operasi ganti kelamin (taghyir al-jins) adalah operasi pembedahan untuk mengubah jenis kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya. Pengubahan jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan dilakukan dengan memotong penis dan testis, kemudian membentuk
kelamin perempuan (vagina) dan membesarkan payudara. Sedang pengubahan jenis kelamin perempuan menjadi laki-laki dilakukan dengan memotong payudara, menutup saluran kelamin perempuan, dan menanamkan organ genital laki-laki (penis).
Dalam dunia kedokteran modern sendiri, dikenal tiga bentuk operasi kelamin yaitu:
  1. Operasi penggantian jenis kelamin, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal;
  2. Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki cacat kelamin, seperti alat kelamin yang tidak berlubang atau tidak sempurna;
  3. Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki dua organ/jenis kelamin.
B.     Pandangan Islam tentang Transgender dan Operasi Ganti Kelamin
Pada dasarnya Allah menciptakan manusia ini dalam dua jenis saja, yaitu laki-laki dan perempuan, sebagaimana firman Allah swt:
وَأَنَّهُ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ  وَالْأُنثَ
”Dan Dia (Allah) menciptakan dua pasang dari dua jenis laki-laki dan perempuan.“ (Qs An Najm : 45)
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى
“Wahai manusia Kami menciptakan kamu yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.“ (Qs Al Hujurat : 13)
Kedua ayat di atas, dan ayat-ayat lainnya menunjukkan bahwa manusia di dunia ini hanya terdiri dari dua jenis saja, laki-laki dan perempuan, dan tidak ada jenis lainnya. Tetapi di dalam kenyataannya, kita dapatkan seseorang tidak mempunyai status yang jelas, bukan laki-laki dan bukan perempuan.
C.    Alasan Dilakukanya Operasi Kelamin
Sheikh Muhammad NurAbdullah, mantan Presiden ISNA (Islamic Society of North America) dan anggota Dewan Fiqih Amerika Utara, memberikan penjelasan:
Beberapa permasalahan perlu diperjelas lagi terkait hal diatas :
1.      Jika ada seseorang dilahirkan biseksual dan ada kebutuhan medis untuk melakukan operasi ubah jenis kelamin dengan tujuan mengembalikan kembali keseimbangan biologis di tubuhnya maka hal tersebut diperbolehkan.
2.      Jika ada seseorang dilahirkan sebagai laki-laki, tetapi tiba-tiba hormon kewanitaannya lebih menonjol dibanding hormon kelelakiannya dan untuk alasan kesehatan ia memerlukan untuk melakukan operasi ubah jenis kelamin agar memperbaiki kekurangannya maka hal tersebut diperbolehkan.
3.      Jika ada seseorang dilahirkan dalam kondisi normal, tetapi untuk alasan 'kesenangan' dia  melakukan operasi ubah jenis kelamin maka ia telah melakukan sebuah dosa besar yang tidak bisa diterima menurut pandangan Islam.
Bagaimanapun juga, dikarenakan Islam menghapuskan semua dosa yang telah dilakukan oleh pemeluknya sebelum ia memeluk Islam, maka jika ada seorang Non Muslim memeluk Islam dan sebelumnya dia telah melakukan operasi ubah jenis kelamin kita sebagai Muslim harus menerima dia sebagai Muslim juga. Jika operasi ubah jenis kelamin itu telah berhasil dan merubah jenis kelamin dia secara keseluruhan maka kita tidak memiliki pilihan kecuali menerima dia sebagai seorang wanita dan memperlakukannya sebagai wanita pula.
Tanda-tanda transeksual yang bisa dilacak melalui DSM, antara lain; perasaan tidak nyaman dan tidak puas dengan salah satu anatomi seksnya; berharap dapat berganti kelamin dan hidup dengan jenis kelamin lain; mengalami guncangan yang terus menerus untuk sekurangnya selama dua tahun dan bukan hanya ketika datangnya stress. Juga adanya penampilan fisik interseks atau genetic yang tidak normal; dan dapt ditemukan kelainan mental seperti schizophrenia, yaitu semacam reaksi psikotis dicirikan diantaranya dengan gejala pengurungan diri, gangguan pada kehidupan emosional dan afektif serta laku negativisme[1]

.           Transeksual dapat diakibatkan faktor bawaan (hormone dan gen) dan factor lingkungan. Factor lingkungan diantaranya pendidikan yang salah pada masa kecil dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan , pada masa pubertas dengan homoseksual yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami dan istri. Perlu dibedakan penyebab transeksual  kejiwaan dan bawaan. Pada kasus transeksual karena keseimbangan hormone yang menyimpang (bawaan) , menyimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis kelamin bias dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan penampilan lawan jenis hanya untuk mempertaruhkan dorongangan kejiwaan dan nafsu adalah sesuatu yang  menyimpang dan tidak dibenarkan menurut syariat islam.


D.    Dalil- Dalil yang Berkaiyan dengan Operasi Kelamin
  • Firman Allah Subhana Wa Ta’ala dalam surat Al-Hujurât: 13 yang menurut kitab Tafsir Ath-Thabari mengajarkan prinsip equality (keadilan) bagi segenap manusia di hadapan Allah dan hukum yang masing-masing telah ditentukan jenis kelaminnya dan ketentuan Allah ini tidak boleh diubah dan seseorang harus menjalani hidupnya sesuai kodratnya.
  • Firman Allah Subhana Wa Ta’ala dalam surat An-Nisâ’: 119. Menurut kitab-kitab tafsir seperti Tafsir Ath-Thabari, Ash-Shawi, Al-Khazin (I/405), Al-Baidhawi (II/117), Zubadu At-Tafsir (hal.123) dan Al-Qurthubi (III/1963) disebutkan beberapa perbuatan manusia yang diharamkan karena termasuk “mengubah ciptaan Allah” sebagaimana yang dimaksud ayat di atas yaitu seperti mengebiri manusia, homoseksual, lesbian, menyambung rambut dengan sopak, pangur dan sanggul, membuat tato, mengerok bulu alis dan takhannuts (seorang pria berpakaian dan bertingkah laku seperti wanita layaknya waria dan sebaliknya).
  • Hadits Nabi n: “Allah mengutuk para tukang tato, yang meminta ditato, yang menghilangkan alis mata, dan orang-orang yang memotong (pangur) giginya, yang semuanya itu untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah.” (HR. Al-Bukhari).
  • Hadits Nabi n, “Allah mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Ahmad).
E.     Hukum Operasi Penggantian Kelamin
Pertama: Masalah seseorang yang ingin mengubah jenis kelaminnya sedangkan ia lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelaminnya dan bagi perempuan yang dilengkapi dengan rahim dan ovarium, maka pada umumnya tidak dibolehkan atau banyak ditentang dan bahkan diharamkan oleh syariat Islam untuk melakukan operasi kelamin. Ketetapan haram ini sesuai dengan keputusan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Musyawarah Nasional II tahun 1980 tentang Operasi Perubahan/ Penyempurnaan kelamin. Menurut fatwa MUI ini sekalipun diubah jenis kelamin yang semula normal kedudukan hukum jenis kelaminnya sama dengan jenis kelamin semula sebelum diubah.
Para ulama fiqih mendasarkan ketetapan hukum tersebut pada dalil-dalil diantaranya yaitu Hadits Nabi saw.: “Allah mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Ahmad). Oleh karena itu kasus ini sebenarnya berakar dari kondisi kesehatan mental yang penanganannya bukan dengan merubah ciptaan Tuhan melainkan melalui pendekatan spiritual dan kejiwaan (spiritual and psychological therapy).
Kedua: Jika operasi kelamin yang dilakukan bersifat perbaikan atau penyempurnaan dan bukan penggantian jenis kelamin, maka pada umumnya itu masih bisa dilakukan atau dibolehkan. Jika kelamin seseorang tidak memiliki lubang yang berfungsi untuk mengeluarkan air seni dan/atau sperma, maka operasi untuk memperbaiki atau menyempurnakannya dibolehkan bahkan dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati.
Orang yang lahir dengan alat kelamin tidak normal bisa mengalami kelainan psikis dan sosial sehingga dapat tersisih dan mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat normal serta kadang mencari jalannya sendiri, seperti melacurkan diri menjadi waria atau melakukan homoseks dan lesbianisme[2]. Semua perbuatan ini dikutuk oleh Islam berdasarkan hadits Nabi saw.: “Allah dan rasulnya mengutuk kaum homoseksual” (HR.al-Bukhari). Guna menghindari hal ini, operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin boleh dilakukan. Dalam kaidah fiqih dinyatakan “Adh-Dhararu Yuzal” (Bahaya harus dihilangkan) yang menurut Imam Asy-Syathibi menghindari dan menghilangkan bahaya termasuk suatu kemaslahatan yang dianjurkan syariat Islam. Hal ini sejalan dengan hadits Nabi saw.: “Berobatlah wahai hamba-hamba Allah! Karena sesungguhnya Allah tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu penyakit ketuaan.” (HR. Ahmad)
Ketiga: Apabila seseorang mempunyai alat kelamin ganda, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan definitif salah satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk ‘mematikan’ dan menghilangkan salah satu alat kelaminnya. Misalnya, jika seseorang memiliki alat kelamin pria dan wanita, sedangkan pada bagian dalam tubuhnya ia memiliki rahim dan ovarium yang menjadi ciri khas dan spesifikasi utama jenis kelamin wanita, maka ia boleh menghilangkan alat kelamin prianya untuk memfungsikan alat kelamin wanitanya dan dengan demikian mempertegas identitasnya sebagai wanita. Hal ini dianjurkan syariat karena keberadaan zakar yang berbeda dengan keadaan bagian dalamnya bisa mengganggu dan merugikan dirinya sendiri baik dari segi hukum agama karena hak dan kewajibannya sulit ditentukan apakah dikategorikan perempuan atau laki-laki maupun dari segi kehidupan sosialnya. Dibolehkannya operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin, sesuai dengan keadaan anatomi bagian dalam kelamin orang yang mempunyai kelainan kelamin atau kelamin ganda, juga merupakan keputusan Nahdhatul Ulama PW Jawa Timur pada seminar “Tinjauan Syariat Islam tentang Operasi Ganti Kelamin” pada tanggal 26-28 Desember 1989 di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo Jawa Timur.
Khusus mengenai kasus yang terakhir ini, Pengadilan Negeri Purwokerto telah mengeluarkan putusan yang berkaitan dengan penggantian jenis kelamin atas Aan, seorang bocah berusia 6 tahun. Pada awalnya, bocah ini hanya memiliki alat kelamin wanita. Namun selang 10 hari setelah kelahirannya, dukun bayi yang membantu saat bocah ini dilahirkan melihat adanya munculnya alat kelamin laki-laki pada bayi tersebut. Dalam perkembangannya, Aan memiliki dua alat kelamin sehingga dilakukan pemeriksaan secara medis di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta, dan diketahui bahwa Aan tidak memiliki rahim. Maka tidak adanya rahim dalam tubuh Aan menjadi salah satu pertimbangan PN Purwokerto untuk lebih menetapkan Aan sebagai pria dan bukan sebagai wanita.
Tidak adanya aturan hukum yang jelas yang mengatur mengenai kedudukan pergantian kelamin ini menyebabkan banyak kesalahan persepsi yang terjadi di kalangan masyarakat mengenai boleh atau tidaknya melakukan operasi kelamin. Banyak yang berpendapat bahwa melakukan operasi pergantian kelamin itu sah-sah saja karena itu merupakan hak asasi tiap orang. Namun, jika perubahan kelamin itu hanya untuk menuruti hasrat atau kemauan dari subjek itu sendiri, maka berarti dia telah menyalahi dan berusaha untuk mengubah apa yang telah dikodratkan Tuhan kepadanya.
Namun kita bisa berangkat dari keputusan PN Purwokerto yang mengabulkan permintaan untuk melakukan operasi kelamin atas bocah yang bernama Aan tadi, maka kita bisa berkesimpulan jika operasi pengubahan kelamin itu dilakukan demi kebaikan demi tercapainya status hukum yang jelas atau agar tidak membahayakan kesehatan, maka operasi penggantian kelamin dapat dilakukan.
F.     Konsekuensi hukum operasi kelamin
Adapun konsekuensi hokum penggantian kelamin adalah sebagai berikut:

Pertama: apabila penggantian kelamin dilakukan oleh seseoarang dengan tujuan tabdil dan taghyir (mengubah cipataan Allah SWT), maka identitasnya sama dengan sebelum operasi dan tidak berubah dari segi hokum. Menurut mahmud dan syaltut, dari segi waris seorang wanita yang melakukan operasi penggantian kelamin menjadi pria tidak akan menerima bagian warisan pria (dua kali bagian warisan wanita) demikian juga sebaliknya.

Kedua: sementara operasi kelamin yang dilakukan pada seoarang yang mengalami kelainan kelamin (misalnya berkelamin  ganda) dengan tujuan tashih atau takmil (perbaikan dan penyempurnaan) dan sesuai dengan hokum akan membuat identitas dan status hokum orang tersebut menjadi jelas. penentuan hokum waris bagi orang yang berkelamin ganda (khuntsa) didasarkan atas indikasi kecenderungan sifat dan tingkah lakunya, maka setelah perbaikan kelamin menjadi pria atau wanita, hak waris dan status hokumnya menjadi lebih tegas. Dan menurutnya, perbaikan dan penyempurnaan alat kelamin bagi khuntsa musykil sangat dianjurkan demi kejelasan status hukumnya[3]

 Kesimpulan
Transeksual dapat diakibatkan faktor bawaan (hormone dan gen) dan factor lingkungan. Factor lingkungan diantaranya pendidikan yang salah pada masa kecil dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan , pada masa pubertas dengan homoseksual yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami dan istri. Perlu dibedakan penyebab transeksual  kejiwaan dan bawaan. Pada kasus transeksual karena keseimbangan hormone yang menyimpang (bawaan) , menyimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis kelamin bias dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan penampilan lawan jenis hanya untuk mempertaruhkan dorongangan kejiwaan dan nafsu adalah sesuatu yang  menyimpang dan tidak dibenarkan menurut syariat islam.
Hokum operasi kelamin dalam syariat islam:
Pertama: masalah seseorang yang lahir dalam kondisi normal dan sempurna organ kelamin yaitu penis (dzakar) bagi laki-laki dan vagina (farj) bagi perempuan yang dilengkapi dengan rahim atau ovarium tidak dibolehkan dan diharamkan oleh syariatislam untuk melakukan operasi kelamin.
Kedua: operasi kelamin yang bersifat tashih atau  takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan bukan penggantian jenis kelamin, menurut para ulama, diperbolehkan secara hokum syariat.
Ketiga: apabila seseorang mempunyai alat kelamin ganda, yaitu mempunyai penis dan vagina, maka untuk memperjelas dan memfungsikan secara optimal dan dedefinitif salah satu alat kelaminnya, ia boleh melakukan operasi untuk mematikan dan menghilangkan salah satu alat kelaminnya.
Adapun konsekuensi hokum penggantian kelamin adalah sebagai berikut:
Pertama: apabila penggantian kelamin dilakukan oleh seseoarang dengan tujuan tabdil dan taghyir (mengubah cipataan Allah SWT), maka identitasnya sama dengan sebelum operasi dan tidak berubah dari segi hokum. Menurut mahmud dan syaltut, dari segi waris seorang wanita yang melakukan operasi penggantian kelamin menjadi pria tidak akan menerima bagian warisan pria (dua kali bagian warisan wanita) demikian juga sebaliknya.

Kedua: sementara operasi kelamin yang dilakukan pada seoarang yang mengalami kelainan kelamin (misalnya berkelamin  ganda) dengan tujuan tashih atau takmil (perbaikan dan penyempurnaan) dan sesuai dengan hokum akan membuat identitas dan status hokum orang tersebut menjadi jelas. Menurut Wahbah az-Zuhaili dalam al-Fikh al-islami wa Adillatuhu bahwa jika selama ini penentuan hokum waris bagi orang yang berkelamin ganda (khuntsa) didasarkan atas indikasi kecenderungan sifat dan tingkah lakunya, maka setelah perbaikan kelamin menjadi pria atau wanita, hak waris dan status hokumnya menjadi lebih tegas. Dan menurutnya, perbaikan dan penyempurnaan alat kelamin bagi khuntsa musykil sangat dianjurkan demi kejelasan status hukumnya.


[1] J.P. Chaplin “dictionary of psychology” (1981)
[2] Hasanain Muhammad Makhluf (tokoh ulama Mesir) dalam bukunya Shafwatul Bayan (1987:131)
[3] Menurut Wahbah az-Zuhaili dalam “al-Fikh al-islami wa Adillatuhu”


credit to :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar