Powered By Blogger

Kamis, 08 Mei 2014

Sky Power

Chapter 7

Pak Sidik, kakeknya Ferry tengah sibuk merawat kebunnya di belakang rumah ketika Ferry muncul di belakangnya.
"Lho, kamu kok masih santai saja di sini? Sudah jam 8, bukannya siap-siap ke kampus" kata kakek.
"Hah, ke kampus? Ngapain opa?" tukas Ferry.
"Ya belajar, mau ngapain lagi?" sahut kakeknya. Ferry bengong pada kakeknya yang sudah mulai tidak menghafal hari. Lalu neneknya muncul.
"Opamu kayaknya sudah mulai pikun deh. Masa hari Minggu disuruh kuliah?" Nenek tersenyum sambil membawakan segalas teh hangat untuk suaminya.
"Lah, jadi sekarang hari Minggu? Aduh opa lupa ya, hahaha" ucap kakeknya tertawa diikuti yang lainnya.
"Oh iya Fer, tadi oma denger HPmu bunyi." lanjut nenek.
"Masa sih oma?" Ferry langsung bergegas ke kamarnya. Ferry membuka ponselnya dan ada sms masuk dari Dian. Ia tersenyum senang. Tak mau lama berbasa-basi via sms, ia langsung menelfonnya.
"Halo, apa Yan?" sapa Ferry. "Maaf Fer, mungkin aku ganggu waktu kamu" ujar Dian di ujung telfon.
"Komputerku ngehenk. Aku mau bawa ke tempat servis tapi bingung, nggak ada yang bisa diminta bantuan. Lagi pada sibuk semua"
"Ya sudah biar aku ke sana." jawab Ferry menyanggupi.
"Tapi nggak repotin kamu kan Fer?"
"Nggaklah, kamu tenang aja, nanti saya ke situ." ucap Ferry.
"Ya udah makasih banyak ya Fer." Dian menutup telfon sambil tersenyum lega karena akan ada orang yang membantunya.

Ferry berangkat menuju tempat kost Dian yang terletak sekitar 100 meter dari kampus mereka. Ia membawa CPU yang rusak untuk diservis. Tempat servis pun tidak jauh jaraknya yang masih di sekitar kampus yang tengah sepi tanpa aktifitas perkuliahan karena hari libur. Terlihat hanya beberapa mahasiswa di sana. Pedagang yang biasanya ramai berjualan di sekitar jalan juga terlihat hanya beberapa saja yang masih buka.
Ferry sampai di tempat kost Dian dengan sepeda motornya. Dian langsung menyambutnya. Ferry menanyakan kendala yang dikeluhkan Dian.
"Kendalanya apa?"
"Gak tahu tuh, tiba-tiba ngehenk gitu, padahal besok mau dipake" sahut Dian.
"Saya cobain ya . ."
Ferry memeriksa komputer tersebut. Layar komputer menyala, namun tidak bisa menampilkan menu utama (dextop). Setelah dirasa cukup, ia mematikan komputer dan mencopoti kabel yang ada di CPU lalu membongkarnya. Dian agak heran apa yang akan Ferry lakukan.
"Lho, bukannya kita berencana membawanya ke tempat servis?" tanya Dian masih keheranan.
"Kamu lupa ya, saya kuliah ngambil jurusan apa?" sahut Ferry sambil mengeluarkan alat-alat yang telah ia siapkan dalam tasnya.
"Oh iya, aku lupa, ya sudah aku tinggal dulu ya" Dian bangkit untuk keluar.
"Mau kemana?"
"Cari cemilan, sebentar kok" jawab Dian.
"Nggak usah repot-repot ah" cegah Ferry.
"Sudah tenang aja" Dian terus melangkah keluar menuju warung terdekat untuk membeli makanan ringan.

Ferry yang memang kuliah di jurusan tehnik IT sudah biasa membongkar dan repairing komputer. Ia memeriksa semua sparepart yang ada di dalam. Ia mencopot memory RAM dan membersihkannya.

Ferry membersihkan memory beserta dudukannya. Ia juga memeriksa alat yang lainnya. Tak lama kemudian, Dian muncul membawakan sekantong berbagai cemilan. Ia menyiapkan piring untuk cemilan.
"Mau minum apa Fer?" tanya Dian.
"Terserah kamu aja" Ferry masih sibuk dengan aktifitasnya. Dian pergi ke dapur kost yang bersebrangan dengan kamar mandi.
Tak lama kemudian ia kembali dengan segelas teh hangat.
"Ini tehnya diminum!" Dian menawarkan.
"Iya, terima kasih. Taruh aja dulu di situ"
Dian meletakan teh hangat di samping cemilan di atas meja mini. Beberapa saat kemudian, Ferry merasa cukup. Tinggal dipasang kembali dan dicoba.
Ferry sejenak istirahat sambil mencicipi hidangan yang ada beserta teh hangat buatan Dian.
"Sudah beres, tinggal kita coba" ujar Ferry.
Fery mulai memasang kembali  komputer yang ia perbaiki. Namun tiba-tiba, sebuah lempengan tajam mengenai tangannya. Karuan ia agak menjerit sambil reflek menarik tangannya.
Darah segar mengalir dari sebuah goresan luka pada jari telunjuk kanannya. Dian yang tahu kejadian itu kaget, bahkan panik.
"Kenapa Fer?" sambil memeriksa luka pada telunjuk Ferry.
"Astaga, darahnya banyak banget. Sebentar ya, saya ambil obat luka dulu" Dian langsung bergegas mencari obat luka dan menyiapkan air dalam baskom.
"Sudah, nggak apa-apa, cuma kegores doank kok!" Ferry menanggapi dengan entengnya meski ia juga tidak bisa menyembunyikan rasa sakit yang ditimbulkan akibat luka pada jari telunjuknya.
"Jangan sok kuat gitu, nanti kalau infeksi gimana?" Dengan hati-hati Dian membasuh luka pada tangan Ferry dengan air yang sudah dipersiapkannya. Ferry hanya bisa meringis menahan sakit dan ngilu serta perih pada tangannya.
Dian dengan telaten mengelap dan mengeringkan lukanya dengan secarik kain, lalu menetesinya dengan obat luka. Ferry agak menarik tangannya akibat rasa perih obat luka yang Dian berikan. Dian menoleh ke arah Ferry yang masih menahan sakitnya. Pandangan mereka saling bertemu beberapa saat. Dian menawarkan senyumnya mencoba untuk menghibur Ferry. Ferry merasakan sebuah sensasi kedamaian yang mulai menyelinap ke dalan batinnya. Ia merasa begitu tenang atas apa yang Dian lakukan padanya. Sejenak, luka yang barusan ia dapatkan seakan sembuh seketika. Rasa sakit juga terasa seakan lenyap dengan ajaibnya.
"Sudah beres" ucapan Dian mengagetkan angan Ferry yang jauh terbang entah kemana. Tak terasa Dian telah selesai membalut lukanya dengan sebuah plester.
"Makasih ya" sahut Ferry yang masih terkesima pada kejadian barusan.
"Nggak apa-apa, keselamatan kamu di sini adalah tanggung jawab aku. Mudah-mudahan lukanya cepat kering ya..!!" Dian tersenyum sambil menepuk lembut pipi Ferry, lalu bangkit untuk membereskan obat-obatan yang dibawanya.
Ferry meneruskan pekerjaannya dengan lebih hati-hati. Setelah selesai memasang kembali, ia menyalakan komputer tersebut.

"Syukurlah, ternyata sudah normal kembali komputerku, makasih Ferry." Dian begitu senangnya dan meraih tangan Ferry untuk ia genggam.
"Aduh . . . ! ! !" Karuan saja Ferry menjerit karena luka yang barusan diobati tertekan.
"Hah, maaf ya." Dian tersadar dan mencoba mengelus dan membelai sekitar luka tersebut. Berharap sakitnya akan reda.
"Alhamdulillah, lega deh besok bisa dipake buat ngerjain tugas." Dian begitu senang sambil memeriksa komputernya. Ferry membereskan lagi alat-alat yang ia bawa ke dalam tasnya.
"Bagaimana, masih ada kendala?" tanya Ferry.
"Kayaknya cukup deh. Oh iya, kamu sudah makan belum? Kita makan yuk!" Dian mengajak makan sebagai balas budi apa yang Ferry lakukan.
"Nggak usah" Ferry pura-pura menolak meski sebenarnya ia juga mulai lapar.
"Sudah tenang aja, aku yang traktir." Dian memaksa. "Tapi. . . ? ?"
"Udah gak usah nolak, aku traktir kamu sebagai rasa terima kasihku" ujar Dian menjelaskan. Ferry akhirnya terpaksa mengikuti kemauan Dian.
Dian mematikan komputer dan membereskan piring dan sisa cemilan yang tadi dihidangkan. Mereka lalu keluar kost dan Dian menguncinya.
"Motornya taruh dimana nih? Atau dibawa aja?" ucap Ferry memeriksa sekitar kost yang sepi.
"Ke tempat Putri dulu yuk. Sekalian ngajak dia makan, siapa tahu dia ikut." Jawab Dian.
"Dimana tempatnya?"
"Kamu belum tahu Fer? Ya udah jalan aja dulu, nanti aku tunjukin" ujar Dian. Mereka pergi menemui Putri. Dengan mengendarai sepeda motor.

Putri tengah asik nonton tv sambil menyetrika baju-baju yang baru ia angkat dari penjemuran. Tiba-tiba Ferry dan Dian telah sampai di depan tempat kostnya.

"Putri . . . ! ! !" Dian memanggil dari luar. Putri yang tengah sibuk di ruang tengah hanya menengok keluar halaman. Ia menemukan sosok Dian dan Ferry tengah menghampirinya.
"Ada acara apaan nih, tiba-tiba begini?" tanya Putri.
"Kamu masih sibuk ya? Rencananya kita ngajak kamu makan" ajak Dian.
"Bantuin tuh, kasian!" ucap Ferry pada Dian.
"Mending kita makan dulu aja, nanti selesai makan aku bantuin. Sekarang aku laper banget dari pagi belum makan" ujar Dian menyarankan.
"Maaf kayaknya nggak bisa. Tapi kalau kalian mau, duluan aja. Nanti saya nyusul kalau sudah selesai. Tanggung nih!" Putri masih meneruskan pekerjaannya menyetrika pakaian.
"Ya sudahlah kalau nggak bisa. Tapi jangan lupa nanti nyusul ya!" ujar Dian agak kecewa.
"Maaf, jangan cemberut gitu donk!" Putri menghibur.
"Nggak apa-apa kok!" jawab Dian.
"Oh ya Put, Nitip sepeda motorku ya" Ferry menunjukan sepeda motor yang ia parkir di halaman.
"Iya"
Mereka pergi berdua ke tempat rumah makan yang telah mereka sepakati.

To Be Continued

Tidak ada komentar:

Posting Komentar